Apakah bermanfaat? atau malah sebaliknya?
Dalam pelantikan Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji (BPKH) pada tanggal 26 Juli 2017, Presiden Republik Indonesia ke-7, Joko Widodo (Jokowi), menyatakan keinginannya untuk memanfaatkan dana Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) di pemerintah yang bernilai sekitar 93 triliun rupiah untuk keperluan pembangunan infrastruktur. Hal ini menuai perdebatan di antara masyarakat. Pihak yang pro terhadap hal ini beranggapan pengalihan dana tersebut mungkin dapat meningkatkan sumber daya yang dimiliki saat ini terutama untuk kepentingan haji itu sendiri, di sisi lain pihak yang kontra beranggapan hal tersebut tidak pada tempatnya dan meningkatkan kemungkinan penyelewengan yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak terkait.
Presiden Jokowi menuturkan bahwa dana haji tersebut akan digunakan untuk berinvestasi secara aman melalui proyek infrastruktur yang terjamin akan menghasilkan banyak keuntungan. Contohnya adalah pada proyek jalan tol, pelabuhan, atau bandara. Investasi ini diperkirakan dapat mengolah dana yang sebelumnya konstan menjadi meningkat secara drastis dengan risiko minimum. Keuntungan yang dihasilkan tersebut akan digunakan untuk meningkatkan pelayanan terhadap jamaah haji.
Namun, penggunaan dana haji untuk pembangunan infrastruktur ternyata telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2010. Hal ini disampaikan oleh Anggota Komisi VII DPR, Maman Imanulhaq, yang juga menyatakan bahwa sekitar 40% dana haji telah digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Beliau juga memaparkan bahwa dana tersebut diinvestasikan melalui bentuk Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), atau Project Based Sukuk (PBS).
Pemanfaatan dana haji untuk sektor lain juga dilakukan oleh negara selain Indonesia. Salah satunya adalah Malaysia yang menginvestasikan dana haji pada sektor perkebunan.
Menteri Agama Republik Indonesia, Lukman Hakim Saifuddin, memaparkan bahwa aturan fiqih dan konstitusi memperbolehkan dana setoran BPIH di-tasharruf-kan untuk hal yang produktif seperti pembangunan infrastruktur. Hal tersebut diperbolehkan selama menganut prinsip Syariah dan dilaksanakan dengan hati-hati demi manfaat jamaah haji dan masyarakat luas. Beliau juga mengutip hasil keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang Status Kepemilikan Dana Setoran BPIH yang Masuk Daftar Tunggu.
Namun di sisi lain, dua tokoh politik Zulkifli Hasan (Wakil Ketua MPR RI) dan Agus Hermanto (Wakil Ketua DPR RI) tidak sepenuhnya setuju dengan pemanfaatan dana haji ini. Zulkifli Hasan menekankan perlunya diskusi dengan para ulama, sedangkan Agus Hermanto berpendapat bahwa seharusnya investasi dana haji dilakukan ke pembangunan infrastruktur yang secara langsung berkaitan dengan jamaah haji. Contohnya adalah pesawat haji, asrama haji, atau hotel di Mekkah atau Madinah untuk jamaah haji Indonesia. Beliau juga menyatakan penggunaan dana haji tersebut berpotensi melanggar Pasal 3 UU Nomor 34 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa dana haji hanya boleh digunakan untuk kualitas penyelenggaraan haji, rasionalitas dan efisiensi pengelolaan biaya haji, dan manfaat bagi kemaslahatan umat.-Yoga Arifsyah Hidayat
Referensi:
Undang-Undang No. 17 Tahun 2013
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2017
http://www.pshk.or.id/id/blog-id/perpu-ormas-dan-solusi-yang-meleset/