Apalah dayaku ketika menghadapi naluri kepenulisan yang menghentak-hentak di dada.
Masalahnya adalah aku sudah begitu membeku lama tidak menulis.Â
Termangu angan di ujung pena, bagaimana cara memulai tulisan? Dan dengan gaya kepenulisan seperti apa?
Kecanggungan ini ingin kulelehkan dengan mulai membuka-buka tulisan di Kompasiana.
Namun hati ini semakin mengkerut dan minder, karena jajaran pameran kepiawaian menulis, jelas terpampang disitu.
Walhasil kembali kuterdiam.Â
Beberapa waktu berlalu. Bagai suara gendang bertalu-talu, ajakan untuk menulis kembali menghentak sanubari.
Setelah dipikir-pikir akhirnya keputusan pun dibulatkan:
1. Matangkan ide ketika kita sedang duduk-duduk santai.
2. Pada waktunya untuk menulis, ambil novel kesayangan, taruh di sebelah kertas putih. Setidak-tidaknya jika 'stuck' dengan permasalahan bahasa, kita bisa meng-imitate (bukan menyontek, tetapi meng-improvisasi) dari novel tersebut.
2. Set alarm dari gadget atau arloji, tetapkan lamanya satu jam dari sekarang. Hanya satu jam saja? Kuncinya adalah kecepatan, karena jika terlalu lama menimbag-nimbang biasanya kita jadi terperangkap oleh 'hantu malas'. Karena itulah kujuluki implementasi niat terpendam ini sebagai halnya 'sprinter' : pelari cepat jarak pendek.