Mungkin sebagian besar dari kita pernah pergi ke dokter untuk pengobatan, dan begitu keluar dari ruangan dokter, kita akan dibekali dengan selembar kertas berikut tulisan tangan yang bagi sebagian orang mungkin akan memerlukan 'keahlian khusus' untuk membaca dan mengerti tulisan tersebut.Â
Dari pengalaman pribadi dan orang lain yang menanyakan alasan seorang dokter menulis resep dengan 'teknik khusus', adalah karena resep berisi informasi pemulihan seorang pasien yang sifatnya sangat dirahasiakan seperti dikutip dari sini . Resep ditujukan untuk para apoteker, jadi bisa dibayangkan, resep adalah sebuah informasi yang dienkripsi oleh dokter untuk kemudian di dekripsi oleh apoteker.Â
Tapi hal diatas adalah pemahaman dari sisi dokter, oleh karena itu penulis mencoba mencari alasan yang bisa lebih dipertanggungjawabkan. Akhirnya penulis menemukan beberapa literatur dan bisa dikatakan sebagai landasan hukum yang membicarakan tentang resep. Seperti yang dibicarakan dalam handout mata kuliah ilmu farmasi kedokteran yang bisa diunduh di sini atau bisa juga ditemukan di sini.Â
Berikut yang bisa penulis simpulkan dari beberapa literatur tersebut:
Resep  didefinisikan  sebagai  permintaan  tertulis  dari  dokter,  dokter  gigi  atau  dokter  hewan  kepada apoteker  pengelola  apotek  (APA)  untuk  menyediakan  dan  menyerahkan  obat  bagi  penderita  sesuai dgn peratuan perundangan yang berlaku. Bahkan dalam literatur tersebut disertakan contoh resep yang benar berikut unsur unsurnya yang terdiri dari identitas dokter, nama kota dan tanggal ditulis resep, superscriptio, inscriptio, subscriptio dan lain lain.
1. Nama, Alamat dan Nomor Surat Ijin Praktek Dokter (NSIP)
2. Tanggal penulisan resep
3. Nama setiap obat/ komponen obat
4. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep
5. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
6. Tanda sera dan paraf dokter utuk resep yang mengandung obat yang jumlahnyamelebihi dosis maksimum
Memang akan ada pro kontra jikalau resep sangat mudah dibaca, kemungkinan resep akan disalahgunakan oleh orang yang didiagnosa penyakit yg sama.Â
Namun, sadarkah kita kalau penulisan resep yang sulit dibaca akan menyebabkan kesalahan pengobatan (dikutip dari sini)? Tahukah kita kesalahan penerjemahan resep sebagai akibat dari kesulitan membaca dan memahami resep merupakan bagian dari malpraktek (dikutip dari sini)? Tahukah kita bahwa 1 dari 20 resep yang ditulis adalah resep yang salah?
Di beberapa negara bahkan berusaha mengurangi kesalahan penulisan resep dan/atau kesulitan membaca resep dengan mengimplentasikannya ke dalam teknologi, sehingga resep tersebut tetap rahasia namun mudah dibaca. Lalu yang menjadi pertanyaan penulis adalah, apakah resep dokter kita akan tetap seperti ini? layakkah kita gugat?Â
Semoga departemen kesehatan kita bisa memiliki solusi yang cerdas menyikapi hal ini. #MajuTerusIndonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H