"Gak kak, saya gak mau. Lagian saya gak kemana mana juga kok, di dalam rumah aja. Saya takut nanti gak kenapa kenapa, dibilang positif lagi kak. Lagian rumah sakitnya jauh"
Itulah jawaban yang saya dapat, ketika mendapat tugas untuk mengajak para staff melakukan Rapid Test. Mereka adalah tiga orang ibu-ibu, di daerah Kabupaten Bekasi.
Hal ini dilakukan, guna memastikan mereka baik-baik saja. Sebab, pekerjaan kami bersinggungan dengan anak-anak secara langsung. Meskipun, ada pembatasan dan pengetatan protokol kesehatan.
Saya agak setuju sih, kalau Rapid Test kurang efektif. Apalagi harus modal dengan biaya sendiri. Tapi, jika fasilitas itu disediakan. Tidak ada salahnya kita melakukan. Anggap saja menjaga manusia lain di sekitar kita juga. Setidaknya, kita lebih tenang jika sudah mengetahui hasil--bahwa kita tidak terpapar covid-19.
Omong-omong soal ini. Saya jadi penasaran. Lalu, saya iseng, ingin membuat studi kasus sederhana. Sekaligus latihan untuk program dalam pekerjaan saya ke depan, yang mana saya harus mendampingi staff dan anak-anak untuk lebih berpikir kritis. Mengembangkan kemampuan 3C (Critical Thinking - Complexity Problem Solving - Creativity).
Menurut saya, tantangan abad 21 susah sekali. Saya pribadi juga masih harus banyak belajar dan dituntut lebih peka terhadap masalah sekitar. Karena hal ini, saya jadi lebih aktif dari biasanya dan hobi bertanya ke mana-mana.
Apa saja yang bikin bingung di kepala, saya pasti langsung tanyakan. Soalnya, kadang proses berpikir saya terjadi dari jawaban atas pertanyaan yang saya ajukan. Tiba-tiba ada ide, tiba-tiba ada konsep, tiba-tiba saya tifus. Yang terakhir ini, jarang kok. Hehe.
***
Baiklah, saya akan coba membuat Studi Kasus dan berandai-andai setelahnya. Mengenai: "Mengapa covid-19 terkesan disepelekan?"
Studi Kasus:
Ibu Rima, Nurul, dan Yana adalah seorang ibu rumah tangga. Mereka perempuan, berusia 37 tahun. Ketiganya tinggal di RT yang sama dan bertetangga. Desa Lamanajaya, Bekasi, RT 17. Dua minggu yang lalu, salah satu warga di RTnya positif covid-19. Dia adalah seorang buruh pabrik di kawasan Cikarang.
Menurut informasi, warga yang positif covid-19 menggunakan transportasi umum untuk berangkat kerja. Kemungkinan, terpapar dari situ. Sebab, pabrik tempatnya bekerja sudah menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat.
Lalu, pihak RT mengimbau warganya untuk mengisolasi diri di rumah dan segera melakukan tes jika diperlukan selama 14 hari ke depan. Tapi, warga di RT ini tidak patuh. Mereka tetap beraktivitas seperti biasa tanpa menjalankan protokol kesehatan. Sementara pihak RT hanya bisa mengingatkan tanpa melakukan apa apa.
Berita ini, didengar oleh salah satu komunitas yang fokus di bidang kesehatan, daerah Bekasi yang mayoritas anggotanya adalah mahasiswa. Mereka menawarkan bantuan akses Rapid Test gratis dan sosialisasi covid-19 bagi warga di desa tersebut.