Pemilu merupakan ajang rakyat untuk memilih pemimpin mereka baik sebagai presiden maupun sebagai representasi di parlemen. Akan tetapi, di satu sisi Pemilu juga mernjadi loop hole atau celah yang berpotensi dieksploitasi oleh mafia atau kelompok kejahatan terorganisir untuk meraih perlindungan dalam kekuasaan.
Bagaimana mereka memperoleh perlindungan kekuasaan? Mereka mengutus para wakil-wakil mereka untuk duduk di pemerintahan baik eksekutif dan legislatif. Dengan begitu, secara langsung kekuasaan negeri ini ada di dalam genggaman tangan mereka. Gampangnya begini, saya mengorbitkan si Budi jadi anggota DPR, sehingga kepentingan saya bisa dibela oleh si Budi dari parlemen. Misalnya saja si Budi saya suruh “menjegal” peraturan perundangan yang akan dikeluarkan karena perundangan tersebut bisa menghalangi kelancaran bisnis ilegal saya. Atau contoh lain, ketika agen-agen saya bertebaran di DPR-RI, saya dengan mudah bisa mengendalikan siapa yang harus jadi Kapolri, Panglima TNI dan Ketua KPK. Belum lagi kalau orang-orang yang mau dipilih itu boneka saya juga, jadilah saya sangat kebal terhadap hukum.
Mungkin anda berpikir kalau saya terlalu mengkhayal. Tidak juga itu semua bisa tuntas dengan uang triliunan rupiah. Si mafia tidak sendiri, mereka adalah kelompok atau organisasi, yang artinya sekelompok orang yang memiliki uang sangat banyak. Coba saja anda perkirakan kemana uang hasil peredaran narkotika selama ini? Uang hasil prostitusi yang dilindungi oleh mereka yang disebut oknum kemana? Uang-uang korupsi yang dikembalikan KPK ke kas negara tidak sampai setengahnya dalam satu tahun. Aliran uang Century dan BLBI pun tidak ketahuan secara transparan. Kemanakah uang itu? Kemana uang hasil pemerasan FPI dari tempat esek-esek dan bar? Belum lagi hasil uang tilang polisi lalu-lintas, uang dari lapak ormas preman yang lainnya.
Ada juga uang setengah haram, yaitu dari non-governmental organization (NGO) atau dikenal juga sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM). Banyak LSM yang dibina atau diakal-akali oleh para pejabat maupun oknum aparat. Dari LSM ini mereka meminta sumbangan ke masyarakat luar negeri, artinya saluran mata uang asing ke Indonesia. Tidak semua uang itu diberdayakan untuk aktivitas LSM, tetapi sebagian disetor kepada yang membina.
Jadi sudah jelaskah bagi anda, kenapa memungkinkan untuk mengumpulkan uang hingga triliun rupiah? Tidak lain jawabannya adalah perputaran uang haram hasil simbiosis mafia dan pemerintah yang korup. Uang itu kembali diputar untuk menguatkan posisi politik dalam Pemilu.
Uang itu dipakai untuk mensponsori sejumlah caleg/capres yang bisa disetir atau diartur. Untuk “membeli” dukungan partai tentunya dibutuhkan dana yang besar, belum lagi biaya operasional tim sukses, biaya promosi seperti banner serta stiker yang mengotori lingkungan. Yang tidak kalah besar adalah anggaran untuk “beli suara” para pemilih, dengan kedok halal bil halal, temu kangen, reuni sekolah atau kampus, reuni forum-forum senior, penggalangan masyarakat adat untuk meminta dukungna berdasarkan sentimen SARA. Ditambah konferensi pers, jejaring media partners untuk pencitraan. Dari mana uang caleg-caleg sebaganyak itu? Mereka butuh sponsor, dan mafia siap mensponsori dengan syarat dan ketentuan berlaku.
Lebih mengerikan lagi pandangan Mahfud M.D, yang bilang kalau dia mau mencari cukong yang siap mensponsori. Gila, apakah ini mulai menunjukkan Mahfud frustasi dan siap menandatangani perjanjian timbal-balik dengan setan? Memang benar itu tidak melanggar hukum, tapi kalau anda telisik lebih jauh, mungkinkah seorang pengusaha menanamkan modal di dunia politik tanpa berharap timbal-balik? Minimal perlindungan kekuasaan. Sepertinya kita perlu berpikir kembali tentang sepak terjang Mahfud yang sempat terberitakan sebagai harapan.
Para Boneka
Paling berpotensi untuk dijadikan boneka adalah calon legislatif yang akan bertarung untuk mengambil posisi di DPR-RI dan DPRD. Mereka-mereka ini akan memegang posisi yang sangat strategis dalam pengambilan kebijakan baik di tingkat pusat maupun daerah.
Boneka-boneka ini bisa jadi awalnya adalah orang-orang ambisius di dunia politik. Tetapi jalan menuju karir politik itu tidak mudah, berliku. Tapi bukan berarti tidak bisa diluruskan dan dipermudah. Dengan kekuatan uang, semua itu bisa diatur. Lantas untuk memenuhi kebutuhan uang itu, terjadilah perjanjian setan dengan para mafia. Percayalah mafia ini tidak seram, mereka ramah dan suka menolong. Hanya saja pertolongan yang diberikan setara dengan investasi, “ya kalo sudah nolong, ya coba saya ditolong, jadi kita saling menolong”.
Para boneka ini pun setelah di dalam lingkaran kekuasaan, ada waktunya turut menggerus harta kekayaan negara. Merek a pikir tidak mungkin terus-menerus bekerja untuk kepentingan sponsor mafia. Itulah kenapa kalau terjadi pengungkapan kasus korupsi, nilai korupsinya akan timpang dengan nilai yang bisa dikembalikan. Uang yang bisa ditangkap itu cuma uang yang dipotong dari setoran “ke atas”. Sementara setoran “ke atas” menguap tidak bisa dijejaki atau bisa jadi menjejak ke orang yang terlalu kuat buat KPK, polisi maupun kejaksaan.