Dulu sampah masyarakat sekarang penyakit bagi masyarakat
Dalam pengamatan penulis, saat ini banyak sampah masyarakat yang tadinya kurir kejahatan dan preman, mendaftar sebagai caleg. Hal ini wajar, karena perputaran uang di dunia hitam itu sangat besar, jadi memungkinkan sebagaian masuk ke kantong para kurir dan preman. Belum lagi kalau “atasan” mereka merestui dan bersedia mensponsori.
Kemudian dalam sejarah preman di Indonesia, hampir semua mereka yang bertahan adalah peliharaan para jenderal nakal. Mereka bertumbuh dari penjahat kelas teri, berubah jadi pemilik rumah judi dan prostitusi. Mereka adalah orang-orang yang bernyali besar karena merasa didukung oleh orang-orang yang berkuasa. Sekali lagi jangan pikir muka mereka seram-seram, mereka sangat ramah dan “suka menolong”.
Coba anda sebutkan preman yang kaya raya yang tidak memiliki dukungan jenderal? :)
Kini pun saatnya mereka mengupayakan agar bisa berada di dalam lingkaran bisnis dan politik. Itu sudah merupakan ciri umum dari organized crime.
Waspadai Caleg 100% Baru dan Anak Muda
Sangat kentara, banyak caleg yang tidak mengerti apa yang sedang mereka lakukan. Hal ini bisa terlihat dari beberapa caleg yang justru dalam selebaran kampanyenya mengumbar program-program yang seharusnya menjadi porsi kerja eksekutif, artinya mereka tidak paham apa peran legislatif sesungguhnya dalam sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia. Mereka sama sekali tidak mengalami proses yangmemadai dalam menempuh jalur politik. Jadi jangan kaget kalau politik kita saat ini carut-marut, hancur kabeh, blass!.
Lebih mengerikan adalah mereka ini kebanyakan caleg-caleg muda. Sialnya oleh media digemborkan sebagai pembawa angin perubahan. Itu salah besar! Karena patut diduga mereka-mereka ini hanyalah regenerasi dari penguasa lama yang bobrok. Darah-darah baru diperlukan dalam pembonekaan ini. Boneka lama bisa jadi sudah mulai membangkang terhadap majikan atau sudah tidak punya peluang menang akaibat catatan hitam selama mereka menjadi boneka di panggung kekuasaan. Ingat, regenerasi!
Coba saudara-saudara pikirkan, dari mana caleg umur di bawah 40 tahun sanggup mendanai biaya promosi untuk menang dalam Pemilu. Cobalah kalau saudara bertemu dengan caleg-caleg muda itu, ajak mereka berdiskusi tentang visi politik mereka. Hanya segelintir yang punya visi, itu pun belum tentu bersih, bisa jadi cuma anak berbakat utusan mafia.
Jalan keluar
Jadilah pemilih yang cerdas, bahkan lebih cerdas dari otak mafia. Dengan ketulusan hati untuk Indonesia yang lebih baik, anda akan bisa menangkap gejala-gejala kehadiran para boneka ini. Beberapa di antaranya yang sempat teramati oleh saya: