Mohon tunggu...
ma'ruf al karkhi
ma'ruf al karkhi Mohon Tunggu... -

masaran,sragen

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Hikmah

23 September 2014   21:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:48 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari, sabtu tanggal 20 September 2014 tepatnya ketika waktu sholat magrib tiba. Terdengarlah suara adzan dari masjid didesa ku. Suaranyapun terdengar merdu dan bagiku terdengar asing karna, suaranya berbeda dengan yang aku dengar biasanya. Dan aku bertanya-tanya dalam hati saya “siapa yang adzan tadi” sambil membaca buku. Setelah adzannya selesai saya langsung bergegas kemasjid dan ingin segera tahu siapa yang adzan tadi, setelah sampai dimasjid ternya yang adzan tadi seorang musafir. Tak lama kemudian sholat magribpun dimulai, setelah sholat magrib selesia dan para jamaah sudah pada pulang dan tinggal saya dan musafir tadi. Dan setelah saya selesai berdoa dan rupanya sang musafir tadi juga selasai berdoa lalu ia bersandar ditembok masjid.

Akupun menghampiri sang musafir tadi yang berpakaian ala jaulah, kemudian aku bertanya kepadanya “maaf pak, apakah bapak ini seorang jaulah?”. Ia pun menjawab “tidak mas, saya Cuma orang yang mau ke Bandung, tapi belum punya uang untuk beli tiketnya”. Kemudian ia bercerita tentang dirinya, ternyata ia ada masalah kepada mertuanya dan ia tidak boleh ketemu dengan istrinya, dan tujuan ia keBandung hanyalah ingin bertemu keapada ayahnya untuk meminta solusi tentang masalahnya. Dan ia rupanya tidak punya rumah sehingga ia tidur di masjid-masjid dan ia juga ingin mencari pekerjaan untuk mendapatkan uang agar bisa beli tiket ke Bandung, di selah-selah ia bercerita ia juga menyampaikan tentang agama. Dan rupanya ia sangat ikhlas terhadap apa yang ia alami sekarang, dan ia juga tidak mau dikasihani oleh orang lain. Ia hanya ingin pasrah dan bergantung kepada Allah swt serta dengan usahanya sendiri. Terlihat ketika aku ingin membantunya ia menolak dan aku mencoba unyuk membujuknya tapi ia masih berfikir antara di terima atau tidak. Dan akhirnya ia menerimanya.

Saat itu aku mendapatkan sebuah pelajaran tentang kehidupan “ketika hati seseorang telah dekat kepada Allah swt, seberat apapu musibah yang melandanya ia tetap merasa ikhlas, rindho dan bersyukur terhadap ketentuannya, karena musibah didunia ini tidaklah seberapa dibandingkan kelak diakhirat”.

Hari, sabtu tanggal 20 September 2014 tepatnya ketika waktu sholat magrib tiba. Terdengarlah suara adzan dari masjid didesa ku. Suaranyapun terdengar merdu dan bagiku terdengar asing karna, suaranya berbeda dengan yang aku dengar biasanya. Dan aku bertanya-tanya dalam hati saya “siapa yang adzan tadi” sambil membaca buku. Setelah adzannya selesai saya langsung bergegas kemasjid dan ingin segera tahu siapa yang adzan tadi, setelah sampai dimasjid ternya yang adzan tadi seorang musafir. Tak lama kemudian sholat magribpun dimulai, setelah sholat magrib selesia dan para jamaah sudah pada pulang dan tinggal saya dan musafir tadi. Dan setelah saya selesai berdoa dan rupanya sang musafir tadi juga selasai berdoa lalu ia bersandar ditembok masjid.

Akupun menghampiri sang musafir tadi yang berpakaian ala jaulah, kemudian aku bertanya kepadanya “maaf pak, apakah bapak ini seorang jaulah?”. Ia pun menjawab “tidak mas, saya Cuma orang yang mau ke Bandung, tapi belum punya uang untuk beli tiketnya”. Kemudian ia bercerita tentang dirinya, ternyata ia ada masalah kepada mertuanya dan ia tidak boleh ketemu dengan istrinya, dan tujuan ia keBandung hanyalah ingin bertemu keapada ayahnya untuk meminta solusi tentang masalahnya. Dan ia rupanya tidak punya rumah sehingga ia tidur di masjid-masjid dan ia juga ingin mencari pekerjaan untuk mendapatkan uang agar bisa beli tiket ke Bandung, di selah-selah ia bercerita ia juga menyampaikan tentang agama. Dan rupanya ia sangat ikhlas terhadap apa yang ia alami sekarang, dan ia juga tidak mau dikasihani oleh orang lain. Ia hanya ingin pasrah dan bergantung kepada Allah swt serta dengan usahanya sendiri. Terlihat ketika aku ingin membantunya ia menolak dan aku mencoba unyuk membujuknya tapi ia masih berfikir antara di terima atau tidak. Dan akhirnya ia menerimanya.

Saat itu aku mendapatkan sebuah pelajaran tentang kehidupan “ketika hati seseorang telah dekat kepada Allah swt, seberat apapu musibah yang melandanya ia tetap merasa ikhlas, rindho dan bersyukur terhadap ketentuannya, karena musibah didunia ini tidaklah seberapa dibandingkan kelak diakhirat”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun