Indonesia, sebagai negara dengan prinsip politik luar negeri bebas-aktif, menghadapi tantangan besar dalam merespons konflik Rusia dan Ukraina yang dimulai pada Februari 2022. Prinsip ini mengharuskan Indonesia untuk tidak terikat pada blok mana pun dan berperan aktif dalam menjaga perdamaian dunia.
Dalam konteks perang ini, kebijakan luar negeri Indonesia diuji oleh dinamika geopolitik global yang rumit serta dampak konflik terhadap stabilitas ekonomi dan keamanan dunia.Prinsip bebas-aktif merupakan pijakan dasar kebijakan luar negeri Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999.
Prinsip ini memungkinkan Indonesia untuk mengambil keputusan secara independen tanpa terikat pada ideologi atau kepentingan kekuatan besar, tetapi tetap berperan aktif dalam mencari solusi atas permasalahan global. Dalam konflik Rusia dan Ukraina, prinsip ini diterapkan dengan sikap netral yang tidak memihak salah satu pihak.
Namun, kebijakan ini juga memunculkan tantangan. Sebagai negara yang mendukung resolusi PBB yang mengecam agresi Rusia, Indonesia menunjukkan komitmen terhadap norma-norma internasional seperti penghormatan terhadap kedaulatan negara.
Di sisi lain, dukungan ini dianggap sebagian pihak bertentangan dengan sikap bebas-aktif, karena dapat terlihat sebagai keberpihakan pada aliansi Barat.Perang Rusia-Ukraina memicu dampak global yang signifikan, termasuk pada Indonesia.
Konflik ini mengganggu jalur perdagangan internasional, memicu inflasi, dan memperburuk krisis pangan akibat blokade ekspor gandum dan energi dari wilayah konflik. Indonesia, sebagai negara yang mengimpor sejumlah komoditas strategis seperti gandum dan pupuk dari kedua negara tersebut, terkena imbas langsung dari lonjakan harga dan keterbatasan pasokan.
Dari perspektif ekonomi, dampak tersebut memaksa Indonesia untuk bersikap lebih proaktif. Pemerintah Indonesia, melalui berbagai forum internasional seperti G20, menyerukan penghentian perang dan pembukaan kembali jalur perdagangan global.
Presiden Joko Widodo, dalam kunjungan diplomatiknya ke Rusia dan Ukraina, membawa misi damai sekaligus mengupayakan kestabilan pasokan pangan dunia.Sebagai negara presidensi G20 tahun 2022, Indonesia memainkan peran strategis dalam mengupayakan penyelesaian konflik ini.
Forum G20, yang berfokus pada isu-isu ekonomi dan keuangan, menjadi platform bagi Indonesia untuk mendorong dialog dan diplomasi di antara para pihak yang bertikai. Dalam hal ini, Indonesia menunjukkan bagaimana prinsip bebas-aktif dapat diwujudkan melalui pendekatan diplomatik yang inklusif.
Indonesia menghadapi dilema strategis dalam menavigasi tekanan dari blok Barat untuk mengecam Rusia, di satu sisi, dan menjaga hubungan baik dengan Rusia, di sisi lain. Sebagai presiden G20 pada 2022, Indonesia menolak tekanan untuk mengecualikan Rusia dari pertemuan G20, namun juga mengundang Ukraina sebagai tamu.
Langkah ini mencerminkan kemampuan Indonesia menjaga keseimbangan antara berbagai kepentingan geopolitik, sekaligus memastikan fokus forum tetap pada isu ekonomi global seperti ketahanan pangan dan energi.Keputusan Indonesia untuk abstain dalam beberapa resolusi PBB, seperti pencabutan keanggotaan Rusia di Dewan HAM PBB, menunjukkan pendekatan integratif yang lebih condong pada penyelesaian konflik melalui dialog daripada isolasi.