Mohon tunggu...
Kenzie Levi Chandra
Kenzie Levi Chandra Mohon Tunggu... Programmer - Siswa SMA Kolese Kanisius Jakarta

Ad maiorem Dei gloriam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rising From The Depths: Nilai Utama Seorang Pejuang

20 November 2024   13:21 Diperbarui: 20 November 2024   13:24 2080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam perjalanan hidup ini, terkadang manusia mengalami keterpurukan (atau despair) yang membuat mereka gampang menyerah. Dalam momen-momen keterpurukan ini, manusia sering merasa "tenggelam" dalam situasi, merasa tidak memiliki opsi apapun. Alhasil, mereka menyerah dan jatuh ke dalam "depths" yang menghilangkan motivasi mereka untuk bangkit kembali. Akan tetapi, kami, sebagai pemimpin dan pejuang, harus memiliki nilai "rising from the depths." "Rising from the depths" merupakan sebuah konsep, atau lebih tepatnya sebuah nilai yang semua pemimpin dan pejuang harus miliki dan junjung tinggi. Banyak sekali pemimpin-pemimpin dan pejuang dalam sejarah manusia menjunjung nilai ini, dan itulah yang membawa mereka ke posisi mereka sebagai pribadi-pribadi yang unggul.

Akan tetapi, penting untuk dimengerti apa sebetulnya arti "rising from the depths." Frasa tersebut diambil dari kata-kata berbahasa Inggris, yakni "rising" dan "from the depths." Kata "rising" dalam bahasa Indonesia memiliki arti "bangkit" atau "naik," sedangkan frasa "from the depths" berarti "dari kedalaman" atau "dari keterpurukan." Kata dan frasa di atas digabung menjadi frasa "rising from the depths," atau dalam bahasa Indonesia yang berarti "bangkit dari keterpurukan." Artinya, nilai tersebut mengajarkan kami untuk pantang menyerah dan untuk bangkit kembali ketika kami jatuh. Nilai ini mirip dengan nilai pantang menyerah dan nilai daya juang yang digabung menjadi nilai "rising from the depths." Menurut saya, nilai ini merupakan nilai terpenting yang harus dimiliki tidak hanya pemimpin dan pejuang, tetapi semua manusia yang hidup di dunia ini.

Mengapa nilai "rising from the depths" penting untuk manusia? Singkatnya, manusia tidak pernah berhasil dalam apapun dengan menyerah setelah tenggelam. Maksud dari pernyataan tersebut adalah dalam segala perkara yang dikerjakan manusia, tentunya akan terdapat keberhasilan dan kegagalan. Realitanya, kegagalan lebih sering datang daripada keberhasilan dan fakta ini tidak dapat dipungkiri. Kegagalan berada di dalam satu kubu dengan keberhasilan, tidak dapat mencapai keberhasilan sebelum mengalami kegagalan terlebih dahulu. Contoh-contoh nyata di dunia nyata seperti perjalanan Thomas Alva Edison yang mengalami kegagalan yang tidak dapat dihitung sebelum beliau berhasil menciptakan salah satu inovasi yang paling penting dalam sejarah manusia: lampu pijar. Selain itu, nilai tersebut adalah "drive" utama manusia untuk terus maju dan terus melanjutkan lomba yang harus diselesaikan. Masalahnya, manusia, khususnya generasi baru ini, gampang menyerah dan "tenggelam."

Pertama, budaya instan yang datang dengan globalisasi dan kemajuan teknologi dalam dunia merusak persepsi generasi muda mengenai keberhasilan. Banyak hal dalam dunia modern ini dapat dicapai secara instan, misalnya memasak Indomie untuk makan atau bahkan menggunakan Chat GPT untuk menciptakan sebuah esai ekstensif. Walaupun dalam batas tertentu hal ini sangat membantu kehidupan sehari-hari manusia dengan menyederhanakan aktivitas mereka, jika tidak dikendalikan akan menimbulkan ketergantungan. Sebuah mindset di mana segala sesuatu harus datang dengan instan, dan jika tidak maka hal tersebut "not worth it" untuk diperjuangkan. Mindset ini sangat berbahaya, karena kenyataannya segala sesuatu yang baik membutuhkan perjuangan, dan tidak datang dengan instan. Jika generasi muda terus menganut mindset ini, maka masa depan dunia akan terancam.

Kedua, peer pressure dalam generasi muda yang menjadi hambatan besar pula dalam tercapainya nilai "rising from the depths." Secara alami, manusia merupakan makhluk sosial yang mendapatkan kesenangan dari persetujuan orang lain. Meskipun ini baik secara umum karena ini mendorong manusia untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain, hal ini menjadi sebuah halangan dalam mentalitas yang salah. Peer pressure terdiri atas dua kata, yakni "peer" dan "pressure" yang masing-masing berarti "rekan" dan "tekanan." Digabung, peer pressure berarti "tekanan dari rekan-rekan" yang menjadi halangan. Ketakutan dihakimi atau dinilai buruk oleh rekan-rekan kami menjadi hambatan dalam mencapai nilai "rising from the depths" karena kami takut untuk gagal sama sekali. Balik ke poin pertama, kegagalan merupakan langkah pertama dalam keberhasilan. Jika kami takut gagal sama sekali, bagaimana cara kami dapat belajar untuk lebih baik dalam usaha berikutnya?

Ketiga, berhubungan dengan poin kedua, faktor lainnya yang dapat menghambat pencapaian nilai "rising from the depths" merupakan kurangnya komunitas mendukung. Sekali lagi, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu mencari persetujuan dan recognition dari orang lain. Jika kami terus gagal, terus-menerus jatuh tetapi tidak ada siapapun untuk membantu kami bangkit kembali atau setidaknya hadir untuk kami, kami akan kehilangan motivasi untuk terus mencoba. Komunitas yang baik saling mendukung, saling terbuka, saling membantu, dan hadir untuk satu sama lainnya. Komunitas ini dapat berupa keluarga, lingkungan teman, dan lainnya. Kehadiran orang lain sangat membantu dalam persoalan ini.

Sekali lagi saya ingin tekankan seberapa pentingnya nilai "rising from the depths" bagi seorang pemimpin. Dalam memimpin, kami akan menghadapi banyak sekali rintangan, maupun dari orang lain atau bahkan diri sendiri. Proses menjadi seorang pemimpin sejati tidaklah mudah, maka nilai "rising from the depths" sangat penting untuk seorang pemimpin. Sebuah nilai yang mengajarkan kami untuk terus bangkit, seberapa banyak kalinya kami tenggelam, merupakan sebuah indikator ketangguhan dan daya juang yang sangat tinggi. Rintangan dan tantangan menjadi pelajaran dan bukan sekedar hambatan. Kegagalan menjadi sebuah refleksi dan bukan sekedar kekurangan dalam diri sendiri. Setiap hal buruk dalam kehidupan ini dapat direfleksikan, dan kami dapat menarik sebuah pelajaran dari pengalaman tersebut. Melalui hal ini kami dapat menjadi pemimpin yang tangguh.

Sebagai penutup, nilai "rising from the depths" bukan hanya sebuah konsep, tetapi sebuah prinsip hidup yang harus kita aplikasikan dalam setiap aspek kehidupan. Setiap individu, baik sebagai pemimpin, pejuang, maupun manusia biasa, pasti akan menghadapi keterpurukan. Namun, yang membedakan individu yang unggul dari yang lain adalah kemampuan untuk bangkit dari keterpurukan tersebut. Nilai ini tidak hanya membentuk karakter kita, tetapi juga membangun ketangguhan, kedewasaan, dan kebijaksanaan yang diperlukan untuk menjalani kehidupan dengan segala tantangan dan rintangannya. Sebagaimana yang diajarkan oleh para pemimpin besar dan teladan nyata dalam hidup kita, seperti ayah saya, bangkit dari kegagalan adalah kunci utama menuju keberhasilan yang lebih besar. Semoga kita semua dapat menerapkan nilai ini dalam hidup sehari-hari dan menjadi pribadi yang lebih kuat dan tangguh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun