Bowo
Pingin punya pacar sekaligus suami namanya Bowo. Biar kayak June di novelnya Fira Basuki yang punya kakak cowok namanya Bowo. Saya sih udah nggak mungkin punya kakak cowok lagi, apalagi yang namanya Bowo. Paling nggak saya mesti dapet pacar sekaligus suami yang namanya Bowo. Pokoknya saya harus punya Bowo.
Nama Bowo kedengeran jadul yah ditelinga orang zaman sekarang? Mungkin kedengeran sekelas nama Bambang atau Joko yang jadul banget gitu deh, kayak nama bapak-bapak atau om-om, yang kalo ada anak muda namanya Bambang diganti biar keren jadi Bams-biar terdengar lebih masa kini, yang kalo ada orok baru lahir namanya Joko diketawain, ibu-bapaknya diomongin “Kok masih mau yah ngasih nama Joko? Hari gini gitu loh”-dan mulai mikir-mikir bakalngasih nama apa untuk anaknya nanti. Nama yang kira-kira melambangkan kekinian semacam Kiwi atau mungkin Brisbane biar kedengeran keren dan menjual.
Kiwi yang nama buah itu?
Bukan yang semir sepatu itu loh.
Kenapa nggak Durian aja sekalian? Atau Durex, maybe?
Ibu anaknya lahir di Brisbane?
Iya (tapi bo’ong)
Masalah nama memang jadi pelik zaman sekarang. Aah namanya juga zaman sekarang, apapun jadinya pelik. Bowo pun jadi pelik. Jadi jarang ada orang bernama Bowo ditengah polemik nama yang tengah berlangsung ini. Apalagi Bowo yang lahir barengan sama saya atau paling nggaktiga empat tahun diatas saya. Heeeh (menghela nafas). Palingan yang adanya Om Bowo yang seusia papah saya. Ganteng nggak, kaya juga nggak tapi istri dua. Biarpun saya kepingin banget dan harus punya suami namanya Bowo tapi saya juga harus sayang diri saya sendiri dong. Paling nggak saya pingin Bowo yang ganteng luar dalam, dua-duanya materi (fisik dan dompet adalah materi bukan? Yang mengejawantah dalam satu Bowo yang saya inginkan). Spiritual sih nomer dua, di poligami juga saya mau yang penting materialnya jelas, ya Bowo itu.
Kalang kabut bener saya nyari Bowo. Bertahun-tahun dari saya SMA sampai sekarang menjelang akhir kepala 2 saya masih nyari Bowo. Mamih saya sudah berisik, ribut, tiap hari kerjaannya nanyain kapan saya nikah. Mau nikah sama siapa sih, mih? Bowonya belum ketemu! Dan Mamih saya bisanya Cuma ngelus dada kalo saya mulai melancarkan teori saya tentang Bowo dan kenapa saya maunya sama pria langka yang bernama Bowo. Pokoknya saya mau yang namanya Bowo dan ganteng luar dalem titik. Dan kayaknya semua orang tau saya maunya sama si Bowo ini. Dalam kolom perjodohan di Kompas pun saya tulis besar-besar MENDAMBA PRIA, MAPAN, SPEAK ENGLISH, GOOD-LOOKING, BERNAMA BOWO, namun sampai sekarang belum ada sepucuk suratpun dari Bowo yang masuk ke kotak pos saya.
Lama betul Bowo datang kepada saya, sampai-sampai Mamih saya udah nggak tahan ngeliat anaknya desperate nyari Bowo. Ketika saya lagi asyik bengong didepan kotak surat saya, Mamih saya tiba-tiba datang menggandeng seorang pria tampan dan langsung diperkenalkan ke saya. Saya lirik ke luar pagar, BMW m3 series ikutan nongkrong didepan pagar saya. Ganteng sih, hampir mendekati kriteria saya soal mapan secara material.
Ini loh Lin, Gusti..
Mamih saya cengar-cengir ketika saya dan Gusti ini berkenalan. Sayang sekali namanya Gusti. Kalau saja namanya Bowo saat itu juga saya mau langsung dinikahi! Tapi Gusti pria yang baik dan sebulan berkenalan dengannya sudah cukuplah bagi saya untuk segera menganggukan kepala ketika dia melamar. Saya nyaris saja melupakan Bowo dan mimpi-mimpi saya untuk punya suami bernama Bowo, sampai pada suatu hari ketika Gusti dan saya pergi ke KUA untuk daftar nikah.
Amelinda Subroto
Agus Wibowo.
Loh nama kamu Agus Wibowo?
Iya. Kamu baru tau?
Kok jadi Gusti?
Tadinya sih Agus, tapi biar keren jadi Gusti
Kenapa nggak Bowo aja?
Jadul ah!
Dan saat itu juga langsung saya cipok bibir Bowo dengan sepenuh hati. Saya menemukan Bowo saya, dan mulai sekarang saya akan mencintai Bowo saya sepenuh hati. Oh Gusti, terimakasih sudah membawa Bowo untuk saya!
Untungnya Gusti nggak keberatan saya panggil Bowo. Saya jadi sering manggil-manggil nama barunya dimana-mana.
Bowo
Bowo
Bowo
Makan malam; nambah Bowo?
Mandi; Bowo..mandi..
Bercinta; Bowo..mmh..lagi..Bowo..Bowo..
Dan saya terus menjerit meneriakkan nama Bowo ketika saya dan Bowo bergulat diatas ranjang. Meneriakkan nama Bowo membuat saya semakin bernafsu dan ingin orgasme. Ketika klimaks pun rintihan panjang yang menyebut namanya keliuar dari mulut saya. Oh Bowo..
Dan ketika tiba saatnya dia ingin keluar “Amel..sedikit lagi Mel..”, dan saya terkejut bukan kepalang mendengarnya.
Amel?
Amel..linda..rintihnya.
sayapun lega.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H