Seringkali terpikir oleh beberapa pengembang perkotaan dan pemerintah kota bahwa ruang publik hanya menghabiskan anggaran tanpa meningkatkan perekonomian suatu kota. Seperti halnya Kota Jakarta. Beberapa tahun belakangan, pembangunan di Jakarta selalu seputar pusat perbelanjaan dan hunian vertikal. Tentu saja pembangunan gedung-gedung tersebut dikatakan sudah sesuai dengan “kebutuhan dan gaya hidup” warga Jakarta. Semakin banyak lahan yang digunakan untuk pembangunan, tanpa disadari bahwa kota sudah tidak layak huni. Semakin sumpek dan tidak nyaman untuk ditinggali. Kondisi lalu lintas yang kaya polusi pun menambah daftar panjang alasan Kota Jakarta menjadi lokasi yang sebenarnya bukan sebagai pilihan untuk tempat tinggal.
Pola kehidupan warga Jakarta yang sibuk dan konsumtif tanpa disadari telah dimanfaatkan oleh pihak pengembang dan pemerintah untuk menaikkan keuntungan ekonomi. Baik pengembang untuk menjalankan bisnisnya dan pemerintah untuk pendapatan daerah. Ruang terbuka yang harusnya disediakan sebagai syarat pembangunan pun hanya sekedarnya. Seperti halnya pengembang properti yang menyediakan ruang terbuka hijau dan ruang publik pada hunian bergaya ‘one stop living’ yang hanya bisa dinikmati oleh penghuni yang membeli unit rumah di area tersebut.
Minim sekali akses ke ruang publik bagi warga pada umumnya. Sedangkan pihak pemerintah pun, hanya membangun taman kota sekedarnya dengan memanfaatkan lahan-lahan kecil, dan tanpa pengawasan pula. Sebagai contoh area jogging track dan jalur sepeda di sepanjang Kanal Banjir Timur (KBT) yang fungsinya diambil alih kendaraan bermotor, dimana palang-palang yang seharusnya sebagai penghalang kendaraan bermotor dilepas secara paksa oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Kenapa bisa terjadi seperti itu? Tidak adanya pengawasan dan pemeliharaan secara berkala ditambah kurangnya sense of belonging warga terhadap ruang publik.
Ruang publik seringkali dipandang sebelah mata. Padahal, banyak sekali keuntungan yang didapat dari ruang publik. Beberapa manfaat yang dapat dirasakan antara lain:
- Ruang Publik dapat menjadi self-healing dari sibuknya rutinitas sehari-hari
- Ruang publik dapat meningkatkan interaksi sosial
- Ruang Publik dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan ramah
Dengan tiga key-point itu saja bisa dibayangkan efek positif yang dapat ditimbulkan dengan kehadiran ruang publik di perkotaan. Dengan ruang publik, warga Jakarta dapat melepas penat, sehingga pada saat waktunya bekerja akan bersemangat dan menunjukkan kinerja yang optimal, dampak panjangnya tentu akan membantu laju pertumbuhan ekonomi. Dengan ruang publik, khususnya kehadiran taman di tengah kota, akan menghidupkan suasana kota, geliat semangat akan tumbuh akibat suasana kota yang lebih humanis dan interaktif. Dampak panjangnya? Warga saling sapa dan ramah, kota menjadi lebih aman karena warga saling kenal dan menjaga satu sama lainnya.
Banyak hal yang didapat dengan kehadiran ruang publik, kenapa tidak ubah paradigma pembangunan kita? Bahkan tidak sedikit warga yang mengeluh dengan kondisi Jakarta saat ini. Warga Jakarta sudah rindu dengan pepohonan dan ruang hijau lainnya. Bahkan kota-kota di negara maju sudah tidak lagi mengembangkan kota dengan konsep car-oriented city. Gerakan green city, pedestrian friendly, dan transit and people oriented city agaknya sudah mulai digalakkan oleh mereka. Dimana ruang publik memiliki pengaruh besar dalam konsep pengembangan kota tersebut, dengan menghadirkan instalasi-instalasi yang mempercantik kota sehingga warganya bisa menikmati dan berekspresi di ruang publik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H