Jakarta mungkin saja Ibukota Republik Indonesia.
Jakarta mungkin saja kota dengan penduduk terpadat se-Indonesia.
Jakarta mungkin saja kota dengan tingkat upah yang cukup tinggi dibandingkan dengan kota lainnya di Indonesia.
Jakarta mungkin saja dianggap kota metropolis yang mampu mewadahi segala aktivitas dan kebutuhan warganya. City that has everything.
Jakarta mungkin saja kota yang dianggap sebagai kiblat gaya hidup modern sehingga menjadi magnet urbanisasi bagi setiap warga negara Indonesia.
Tetapi, sudahkah Ibukota yang metropolis dan modern ini menjadi kota yang cerdas?
Kota cerdas yang diketahui banyak orang saat ini hanyalah kota yang didukung dengan program elektronik. Hal tersebut memang esensi dari konsep kota cerdas. Namun, apakah kota bisa dikatakan cerdas hanya bermodalkan transformasi sistem program? Bagaimana dengan kualitas penduduknya? Bagaimana pula dengan kondisi infrastruktur kota yang masih jauh untuk dikatakan ramah lingkungan dan berkelanjutan?.
Konsep kota cerdas yang dianggap oleh pemerintah juga tidak jauh dari sekedar program elektronik. Kebijakan yang dibuat hanya sekedar menambahkan imbuhan 'e-' di beberapa program. E-governance, e-ticketing, e-parking, dan sebagainya. Jangan lupa, tidak semua warga Jakarta memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Jangan lupa, masih banyak penduduk dengan usia lanjut yang tidak bisa mengejar pesatnya kemajuan teknologi. Sosialisasi lewat media pun tidak menutup kemungkinan tersampaikannya informasi secara menyeluruh. Bagaimana dengan warga yang tinggal di bawah jembatan? Bagaimana dengan orang yang terlalu sibuk mencari nafkah yang tidak menghiraukan media?. Bukannya kota yang baik adalah kota yang mampu mewadahi semua lapisan masyarakat?. Kenapa harus membuat program yang menyulitkan bahkan untuk mengakses informasi saja sulit.
Jakarta memang kota sibuk, padat, dengan penduduk yang memiliki beragam karakter. Memang, untuk mewujudkan Jakarta yang cerdas teknologi bukannya tidak mungkin. Karena, program yang dibuat oleh pemerintah juga dapat menjadi salah satu hal yang mendorong kecerdasan warganya. Tapi, ketidakseimbangan kebijakan dan program pemerintah dengan kualitas penduduk Jakarta adalah yang saya anggap menjadi kesalahan. Kesalahan lainnya yang fatal adalah lemahnya pengawasan pada setiap program. Sehingga program hanyalah sebuah program. Sebut saja Transjakarta, konsep yang matang dengan tujuan mmenjadika Jakarta sebagai kota yang berbasis transit-oriented-development (TOD) dzn mengedukasi warganya untuk memilih angkutan umum sebagai moda transportasi, saat ini kondisinya justru memprihatinkan. Warga yang saling dorong dan tidak beretika seringkali ditemui dalam transjakarta. Pengelola yang tidak memelihara kondisi bis dan halte dengan baik, petugas dan supir yang tidak memprioritaskan kenyamanan dan keamanan penumpang, kondisi bis yang sudah bobrok, mengeluarkan bau mesin, dinaiki oleh muatan yang melebihi kapasitas dibiarkan terus beroperasi hingga meledak dan terbakar. Pengawasan yang lemah pada setiap program, jauhnya program dari kata solutif untuk masalah kota Jakarta, serta penduduk dengan sense-of-belonging yang rendah terhadap Jakarta akan menyulitkan untuk membangun jakarta yang cerdas.
Kota cerdas yang menjadi impian saya mungkin lebih cocok disebut 'Kota Utopis' jika diterapkan di Jakarta. Saya bermimpi bahwa kota yang cerdas adalah kota dengan dukungan teknologi tinggi yang diterapkan di setiap unsur dan organ kota. Setiap inci kehidupan perkotaan, baik secara sosial dan fisik, kota cerdas harus mencerminkan kualitas yang tinggi. Penduduk yang cepat beradaptasi dengan kecanggihan dan dinamika teknologi. Kebijakan pemerintah yang memiliki visi pembangunan yang jauh kedepan dan berkelanjutan, serta tidak ketinggalan jaman. Infrastruktur yang mumpuni, terintegrasi, ramah lingkungan, dan menggunakan energi secara efisien. Kota yang mencerminkan pembangunan berkelanjutan, dimana lingkunan, sosial, dan ekonomi berjalan beriringan dan terintegrasi satu sama lain. Kota dengan konsep yang matang dan hampir sempurna, yang memberikan efek positif pada lingkungan dan penghuninya. Jika diterapkan di Jakarta, prosesnya membutuhkan waktu dan konsistensi semua pihak.
Saya tidak bermimpi Jakarta seperti kota-kota di Eropa atau Amerika Serikat. Lupakan Seoul, Tokyo, NYC, dan kota lainnya yang gemerlap dengan teknologi canggih. Impian saya untuk Jakarta yang cerdas adalah Jakarta yang mudah akses bagi penduduknya. Kemudahan mengakses informasi dan kemudahan aksesibilitas dalam beraktivitas adalah dua hal yang harus menjadi inti pembangunan di Jakarta. Akses edukasi dan akses mendapatkan pekerjaan tidak kalah penting untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan kompetitif. Tidak pula dapat dilupakan bahwa setiap warga Jakarta memiliki hak untuk mendapatkan akses menuju kehidupan yang layak.