Blegerrrr, Blegeerrr, Blegerrrr... Itu baru ledakan awal disusul kemudian ledakan yang kedua jauh lebih dahsyat, karena hampir semua tiang perancah yang menopang struktur tubuh ini dibuat luluh lantah seolah rata dengan tanah, ketika semua argumenku mentah dihadapan sang penentu.
Dampak kejiwaan apa yang terjadi kemudian, jelaslah bukan semangat yang didapat tapi justru degradasi jiwa yang semakin menyatu dalam kelemahan daya imajiku.
Entahlah faktor-faktor historis memang menjadi salah satu sebab vonis selalu salah. Memang hadirku kedunia baru pada prinsipnya belum banyak mendapat restu sosial, saat kontradiksi juga pernah berakhir dalam selubung era jaya berjuang.
Ledakan, berbunyi blemmmmm... itulah kata yang pas untuk mengambar situasi saat amarah belum bisa disalurkan lewat tindakan, itulah membuat hati ini tidak pernah nyaman ditenggah desakan bertindak maju dalam komposisi apik skema tempur ala total Football, khas gaya main Timnas Belanda di Era Johan Cruyff.
Tak baik tentunya untuk menghentikan langkah ditenggah ledakan-ledakan yang kian memantik imajiku untuk bersatu dalam batas-batas tertentu. Sudah kepalang tanggung, ditenggah serpihan mortir dan puing berserak dalam dunia baru ini.
Akhirnya ada satu hal yang pasti, sebuah inpsirasi muncul saat mendengar orasi bung Karno, Ditempa Hancur Bangkit lagi, Digembleng Remuk Bangkit Lagi, Ditempa Hancur Bangkit Lagi. Karena hancur dan bangkitnya seseorang ditentukan oleh orang itu sendiri, bukan siapa-siapa. Maka tunjukan yang terbaik, dengan demkian disekeklilingmu akan mengakui kebangkitanmu dari serpihan ledakan.
Berharap yang terbaik, namun harus juga siap yang terburuk
adalah hukum besi semua tindakan !!!...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H