Mohon tunggu...
Ken Terate
Ken Terate Mohon Tunggu... Administrasi - Penenun Kata

Ken Terate adalah pekerja teks komersial. Ia tinggal di Yogyakarta. Kebahagiaannya tersangkut pada keluarga kecilnya, secangkir teh, buku, drama, dan obrolan ringan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengapa Homeschooling

12 September 2014   22:22 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:52 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saya pernah menuliskan alasan mengapa saya berniat mendidik anak saya di rumah (www.kenterate.wordpress.com). Anak saya kini berusia tiga tahun. Hanya ada satu alasan apabila nanti saya mengirimnya ke sekolah: karena dia minta.

Sebelum beranjak ke alasan yang lebih filosofis, sebenarnya saya punya alasan yang sangat praktis dan simpel: susah cari sekolah!

Saya bayangkan kalau saya cari sekolah buat anak saya, inilah yang saya cari:

1.Kantinnya sehat alias bersih dan tidak menjajakan makanan kemasan. Bisa dibayangkan berapa ratus sekolah tercoret hanya karena satu alasan ini? Tidak munafik, saya memberi anak saya makanan kemasan kadang-kadang. Saya tidak terlalu ketat, tapi saya berusaha membatasinya. Nah, tentu saya berharap sekolah ikut membantu mengurangi, bukan malah bantu menyediakan!

2.Sampah dipilah. Oke, andai sebuah sekolah lolos syarat pertama, belum tentu dia lolos syarat ke dua ini. Penting banget ya? Ya. Saya mendidik anak buat membuang dan memilah sampah. Capek kan kalau di sekolah ternyata gurunya tidak memberi teladan yang sama?

3.Multikultur. Saya ingin anak saya lebih toleran. Lebih menghargai orang lain dengan segala perbedaannya. Simpel saja: karena dia tinggal di Indonesia yang memang multikultur. Itu artinya: sekolah mahal dicoret dan sekolah yang berbasis agama tertentu juga dicoret. Sekolah mahal hanya punya satu kultur: kulturnya orang kaya. Sekolah yang berbasis agama juga hanya murid yang agamanya sama. Hanya sekolah negeri yang sepertinya bisa mengadopsi keberagaman. Dan sekolah negeri kayaknya nggak bakal lolos syarat pertama dan kedua tadi. Dan rata-rata sekolah negeri sekarang ‘agamis’ banget. Gimana nggak ‘agamis’, SD saja masjidnya magrong-magrong!  Di SMA? Siswa tak berjilbab di-bully.

Salah satu alasan orang tua mendidik anaknya di rumah adalah alasan agama. Maksudnya sekolah dianggap terlalu sekuler. Mungkin ini kasus di negara-negara barat ya. Di Indonesia sekolah jadi semacam ‘pusat pendidikan agama’. Saya berniat mendidik anak saya di rumah karena alasan agama juga: karena sekolah terlalu ‘agamis’ tadi. ‘Agamis’ tapi tidak religious. Ya, mereka mungkin menghapalkan satu ayat satu hari, tapi masih buang sampah sembarangan. Ya, mereka mungkin sholat dhuha, tapi enteng saja tawuran sesudahnya.

4.Menggunakan pengantar bahasa Indonesia, syukur-syukur bahasa daerah. Yang ini bisa panjang kalau saya jabarkan.

5.Syukur-syukur dekat rumah. Bisa jalan kaki.

Saya belum membicarakan guru dan kurikulum. Tapi saya sudah pesimistis mendapatkan sekolah yang sesuai. Padahal sebenarnya cukup simpel kan syarat saya itu? Tidak, saya tidak mengharapkan sekolah dengan lab komputer yang lengkap. Saya tidak mengharapkan sekolah dengan keamanan yang superketat dan guru-guru yang bisa bahasa Inggris, tidak. Saya malah ingin sekolah yang bersahaja. Tapi bersahaja sepertinya sudah tidak laku sekarang.

Tak ada yang sempurna saya tahu dan semua bisa diakali, saya juga tahu. Agar anak tidak jajan di sekolah cukup kita beri bekal yang sehat dan tidak kita beri uang saku. Andai anak bersekolah di sekolah monokultur ya tetap bisa kita ajari untuk menghargai perbedaan.

Tapi rasanya untuk saat ini saya memilih jalan yang gampang saja: bikin sekolah sendiri :(.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun