Banyak yang mungkin masih asing dengan istilah sel punca. Akan tetapi, sebenarnya sel punca bukanlah suatu hal yang baru. Sel punca sendiri sudah mulai dikembangkan sejak akhir tahun 1980-an. Hanya saja, sel punca baru menjadi populer beberapa tahun belakangan ini setelah sel punca berhasil digunakan sebagai salah satu alternatif pengobatan bagi para penderita penyakit yang awalnya dinilai sudah tidak memiliki harapan lagi untuk disembuhkan. Sel punca tentunya bagai angin segar bagi para penderita penyakit-penyakit seperti kanker, diabetes, jantung koroner, sirosis hati, hingga para penderita penyakit-penyakit degeneratif (penurunan fungsi organ) seperti Parkinson dan Alzheimer yang hingga kini belum menemukan pengobatan yang benar-benar efektif bagi penyakit mereka.Â
Hal tersebut tentunya membuat banyak orang menjadi penasaran. Apa sebenarnya sel punca itu sendiri? Sel punca atau yang mungkin lebih dikenal dengan sebutan stem cells merupakan sel-sel yang belum berdiferensiasi, yang artinya sel tersebut belum memiliki fungsi yang khusus dan masih dapat membelah secara terus-menerus. Hal ini mengakibatkan sel punca memiliki potensi yang sangat besar. Mengapa demikian? Jika bisa kita ibaratkan, sel punca dapat diibaratkan sebagai anak kecil yang memiliki potensi besar untuk menjadi apa pun yang dia inginkan, ia masih dapat menjadi tentara, pilot, dan bahkan presiden. Sama seperti anak kecil, karena sel punca masih belum memiliki fungsi yang khusus, sel punca dapat diberi perlakuan/dimanipulasi sehingga sel punca dapat menjadi sel yang diperlukan oleh tubuh seperti sel hati, otot, darah, dan bahkan otak. Akibat dari kemampuan khusus sel punca ini, sel punca dapat digunakan untuk menggantikan sel-sel tubuh yang rusak. Inilah yang membuat sel punca dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit karena umumnya penyakit terjadi karena ada sesuatu yang salah pada sel kita, entah itu rusak dan mati (sirosis hati, dll), mengalami mutasi sehingga membelah terus-menerus (kanker), ataupun mengalami degenerasi (Parkinson, dll). Â Â
Pertanyaan besar yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah dari mana sel punca itu berasal? Sel punca sebenarnya sudah ada di dalam tubuh kita sendiri dan secara tidak sadar, sel punca telah secara terus-menerus memperbaharui jaringan tubuh kita. Kita tidak sadar bahwa sebenarnya setiap empat hari sekali, lapisan usus kita diperbaharui oleh sel-sel punca yang berada di bawah lapisan tersebut. Sel punca juga dapat diambil hewan (babi, kelinci) maupun manusia lain. Dari asal sel punca didapat inilah yang mebedakan jenis-jenis transplantasi sel punca. Transplantasi sel punca dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu transplantasi autologus (sel punca didapat dari pasien itu sendiri, biasanya diambil dari tulang pinggul ataupun tulang belakang), transplantasi alogenik (sel punca didapat dari sel punca pendonor yang cocok), transplantasi singenik (sel punca didapat dari saudara kembar identik), dan yang terakhir transplantasi xenogenik (sel punca didapat dari hewan).Â
Jadi, muncul lah pertanyaan, sel punca manakah yang paling cocok digunakan? Tentu saja sel punca dari manusia. Sel punca yang diambil dari manusia pun juga harus dilihat kecocokannya dengan pasien dan tidak bisa asal mengambil sel punca dari pendonor. Kemudian muncul juga pertanyaan, sel punca jenis apakah yang paling bagus untuk digunakan? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita harus melihat dulu jenis-jenis sel punca berdasarkan potensinya. Ada yang totipoten, yang artinya sel punca tersebut dapat bekembang menjadi segala jenis sel baik sel intraembrionik maupun sel ekstraembrionik, contoh sel punca totipoten ini adalah zigot. Ada yang pluripoten, yang artinya sel punca tersebut dapat berkembang menjadi segala jenis sel intraembrionik tapi tidak dapat berkembang menjadi sel ekstraembrionik, contohnya sel punca dari embrio blastosis (umur 4-5 hari). Ada yang multipoten, yang artinya sel punca tersebut dapat berkembang menjadi beberapa jenis sel yang berhubungan, contohnya sel punca darah yang dapat berkembang menjadi sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Ada yang unipoten, yang artinya sel punca tersebut hanya dapat berkembang menjadi satu jenis sel yang spesifik, contohnya sel punca hematoblas pada liver yang hanya dapat berkembang menjadi hematosit. Setelah mengetahui fakta di atas, kita tentu dapat menyimpulkan bahwa sel punca yang paling bagus untuk digunakan adalah sel punca yang bertotipotensi dan berpluripotensi. Akan tetapi, sel punca yang umum digunakan hanyalah sel yang berpluripotensi karena lebih mudah dimanipulasi dan tidak sekompleks sel bertotipotensi.Â
Sel punca umumnya dapat dibagi menadi dua, yaitu sel punca embrionik (embryonic stem cells) dan sel punca dewasa (adult stem cells). Sel punca embrionik (berpluripotensi)  memiliki potensi yang lebih besar dibandingkan dengan sel punca dewasa (multipotensi/unipotensi).  Oleh karena itu sel punca embrionik lebih dipilih untuk digunakan dalam transplantansi sel punca karena dapat berkembang menjadi lebih banyak jenis sel dibanding sel punca dewasa. Yang menjadi masalah adalah dari mana asal diperolehnya sel punca embrionik ini. Inilah yang menjadi sisi gelap pemanfaatan sel punca untuk pengobatan.
Pada kasus ini, saya sependapat dengan apa yang dikatakan Dr. Donald W. Landry, Direktur Universitas Columbia Medicinal Centre New York, yang mengatakan bahwa,Â
"Jika embrio tesebut sudah mati, maka isu kemanusiaan dari embrio tersebut terselesaikanlah sudah. Hal ini kemudian menurunkan tingkat masalah etik sel punca embrionik manusia ke tingkat masalah etik, katakanlah, donasi organ. Jadi, apakah kita dapat mengatakan bahwa mengambil sel punca embrionik dari janin yang sudah gugur sama seperti kita mengambil organ hidup dari pasien yang sudah meninggal?"Â
Saya merasa bahwa sel punca embrionik (Embryonic Stem Cell/ESC) merupakan jenis sel punca yang paling "pas" untuk digunakan dalam pengobatan saat ini. Walaupun ada juga IPSc (Induced Pluripotent Stem Cell) yang sama-sama pluripoten hanya saja diambil dari sel punca dewasa (tidak dari janin, tapi dari jaringan/organ dewasa) yang kemudian direkayasa genetik. Akan tetapi, untuk merekayasa sel punca dewasa menjadi IPSc bukanlah suatu hal yang mudah karena melibatkan berbagai macam teknologi yang kompleks dan studi yang dilakukan Shinya Yamanaka (pelopor iPSC) pada tahun 2006 juga menunjukkan bahwa iPSC memiliki efisiensi yang rendah untuk diciptakan (0,01-0,1%) dan juga menunjukkan sifat karsinogenik (menyebabkan kanker) saat diuji coba pada tikus.Â