Beberapa hari terakhir ini jagad maya Indonesia ramai memperbincangkan meme Presiden Jokowi The King of Lip Service oleh postingan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Leon Alvinda Putra. Ia pun kemudian viral dan lahirlah berbagai tanggapan. Bahkan Presiden Jokowi sendiri menanggapi isu aktual ini dengan menghormati kebebasan berekspresi setiap orang. Beliau pun meminta agar pikah universitas tidak melarang kebebasan berpendapat para mahasiswa. Namun, pada kesempatan yang sama, Presiden Jokowi menegaskan bahwa kebebasan berpendapat harus disampaikan dengan tata krama, sopan santun dan adat istiadat.Â
Tanggapan lain yang muncul dari tingkah mahasiswa ini berkaitan dengan IPK kelulusannya. Katanya, Ketua BEM UI dimaksud lulus dengan IPK tinggi, lalu mempersandingkan dengan IPK Presiden Jokowi. Tangapan demi tanggapan pun bermunculan.Â
Sebenarnya IPK setiap mahasiswa tidaklah salah dan sebenarnya titik persoalan bukanlah terletak pada IPK. Karena semua universitas memberlakukan IPK dan menjadi bagian normal dari proses akademik, maka setiap mahasiswa mendapatkan IPKnya dengan berbagai faktor. Ada yang memang mampu, ada yang tergantung faktor keberuntungan saat-saat ujian. Ada usaha, kerja keras, perjuangan dalam studi, ada yang secara kebetulan bisa menyelesaikan ujian-ujiannya dengan baik. Mempersoalkan IPK dalam persoalan meme ini, seperti mempersoalkan tendangan penalti dalam sepak bola. Para pembenci Ronaldo mati-matian mengatakan bahwa CR7 hanya bisa membuat gol dari titik putih. Sementara tendangan penalti masuk dalam aturan pertandingan sepak bola, menjadi bagian tak terpisahkan dari pertandingan. Membuat gol atau tidak dari titik penalti tergantung dari masing-masing pemain dan berbagai kondisi internal dan esternal.Â
Karena itu, IPK penting dalam porsinya, karena ia bagian dari proses pembelajaran. Namun IPK bukanlah kunci kesuksesan dalam ujian kehidupan. Karena masih ada berbagai faktor yang berperan penting dalam kehidupan setiap orang. Salah satunya adalah kepribadian, akhlak dan moral. Â Â Â
Apalah artinya memiliki IPK tinggi kalau susah menghargai dan menghormati orang lain. Apalah artinya berpendidikan tinggi kalau tidak berpengetahuan. Sesungguhnya ujian yang paling sulit adalah ujian di kehidupan nyata, bukan perjuangan miring di jagad maya. Â
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H