Mohon tunggu...
Feliciano K. Sila
Feliciano K. Sila Mohon Tunggu... Relawan - Peziarah di Jalan Kehidupan

Menulis untuk menghidupi ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senandung Anak Desa

27 Januari 2021   02:50 Diperbarui: 27 Januari 2021   05:02 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Langit bergemuruh bersama datangnya malam. Sore semakin pekat bersama hitamnya awan tebal. Di kejauhan terdengar guntur sahut-menyahut. "Ayo, jangan berlama-lama. Ikat cepat kayu api itu. Hujan hampir turun. Kita harus berangkat."  Begitu teriak mama kepadaku. Seharian kami berlelah di kebun. Jagung semakin tinggi dan rumput-rumputpun tidak mau kalah bersaing. Setiap  hari setelah sekolah usai di sinilah tempat kami bermain. Ya, bermain dalam lelah, membersihkan kebun dengan tangan sendiri. Mama telah lebih dulu ke sini setelah kami berangkat ke sekolah.

Seikat kayu api  melekat di pundakku. Mama menjunjung bakul penuh sayuran dan buah. "Siapa mau makan harus bekerja!", demikian nasihat ibu berulang-ulang kepada kami. Di jalan kami berpapasan dengan bapa-bapa yang tergesa-gesa pergi memberi makan sapi di kandang. Juga orang-orang sekampung yang ramai-ramai pulang setelah seharian bekerja di kebun. Beginilah pemandangan harian dan kesibukan kami di kampung.

Hujan deras mulai turun tepat ketika kayu bakar kubuang ke pelataran dapur. Malam telah benar-benar turun. Musim hujan begini, memang matahari enggan berlama-lama. Malam menjadi lebih panjang. Ayam-ayam sibuk mencari tempat berteduh. Ternak di kandang ramai-ramai berteriak, dari rumah ke rumah, rasanya seperti pencuri masuk kampung. 

"Siapa mau makan harus bekerja". Kata-kata yang lebih berupa mantra yang selalu melayang-layang di kepala. Itulah mengapa, meskipun kami masih sekolah, jiwa bekerja telah tertanam dalam diri kami. Ada saatnya bermain, tetapi ada juga saatnya membantu orang tua. Dan musim tanam seperti ini kami lebih banyak menghabiskan waktu di kebun selepas sekolah. 

Malam beranjak naik. Makan malam telah tersedia. Sebentar lagi kami akan hanyut dalam lamunan panjang. Hari-hari berlalu, rutinitas kami masih sama. Yang penting kami dibekali semangat bekerja, bela rasa, tanggung jawab, tidak gampang mengeluh, menghadapi hidup apa adanya. Saya tidak tahu bagaimana anak-anak di daerah lain. Juga bagaimana hidup anak-anak kota. Kalau kami anak-anak desa, beginilah kami. Hujan semakin lebat menambah pulas tidur malamku.***   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun