"Jadilah perubahan yang Anda inginkan terjadi di bumi" - GandhiÂ
Matanya menabrak tulisan panjang di tembok putih pada sebuah lorong sepi di pusat kota.
Ia baru saja melewati jalan protokol dan berpapasan dengan sekelompok anak muda bersenjatakan spanduk berbagai ukuran, tangan terkepal memenuhi bahu jalan ramai. Teriakan mereka gempita, namun entah tentang apa.Â
Ia berbalik menoleh ke belakang. Sepi. Lantas ia berdiri menghadap tulisan di tembok itu sekali lagi. Gemuruh jiwanya meninggi bagai hempasan air terjun puluhan meter menampar batu di dasar sungai.
Ingin rasanya ia pindahkan tembok di lorong bisu itu ke jalan protokol di pusat kota. Ia kesal mengapa si penulis memilih lorong sepi untuk meninggalkan pesan yang teramat penting itu. Tapi ia lalu sadar bahwa aksi seniman urban tak dikenal itu termasuk bentuk pelanggaran di negara berbudaya.Â
"Jadilah perubahan itu..." pikirnya dalam-dalam yang ingin ia teriakkan kepada gerombolan anak muda yang berdemo entah tentang apa.Â
Ia lantas menggerutu: - begitulah manusia, gampang menuntut, lamban berinisiatif.Â
Tulisan di tembok lorong sepi itu menemani hidup siang dan malam, berteriak dalam diam meneruskan pemikiran salah satu tokoh pembaharu dunia, meski kebanyakan penghuni kota ini bergelut dengan pikirannya sendiri, lantas tak menghiraukan apa yang tertulis, apalagi menghayati maknanya.Â
Ah, biarlah tulisan itu menjadi saksi bisu. Gandhi pun berjuang bersenjakan sunyi, diam, dan damai.Â
Diapun melangkah pergi seorang diri merangkul malam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H