Mohon tunggu...
Feliciano K. Sila
Feliciano K. Sila Mohon Tunggu... Relawan - Peziarah di Jalan Kehidupan

Menulis untuk menghidupi ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wajah Sendu Jumat Agung

10 April 2020   15:50 Diperbarui: 10 April 2020   16:16 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi ini, Jumat Agung 2020, ketika kubuka tirai kamar selepas bangun tidur kutemui wajah sendu alam sekitar. Kabut tipis meliputi perumahan hingga jauh ke perbukitan. Hujan rintik-rintik jatuh dari langit membasahi tanah dan dingin masih sedikit terasa di awal musim semi ini. Tiada keributan di sekitar. Diam bagai kota mati. Alam ikut berduka? 

Hari-hari ini seluruh jagat berubah rupa, bumi manusia terguncang Virus Corona. Kebiasaan hidup harian berubah drastis. Bukan cuma di satu tempat, tapi menyeluruh di semua belahan planet bumi. Berbagai sektor kehidupan kena imbasnya. Ada yang berhenti total, ada yang berfungsi terbatas atau sangat terbatas. Inilah perang umat manusia melawan musuh dalam diam, tak berwajah, tak tampak muka, tak kelihatan. Untuk pertama kalinya kita semua dihadapkan pada perjuangan yang sama.  

Tak pelak, rangkaian perayaan Paskah 2020 bagi umat Kristiani di seluruh dunia pun sontak berubah. Di Portugal, sudah sejak 15 Maret perayaan Ekaristi bersama umat ditiadakan untuk waktu yang tak terbatas. Namun layanan perayaan online melalui live streaming di internet tak kurang. Sebelumnya telah ada TV dan radio yang menyiarkan perayaan Ekaristi setiap hari Minggu.

Dalam keadaan aktual, layanan-layanan itu semakin diperkuat dan diperbanyak. Umat tidak kekurangan pilihan. Bedanya, orang-orang berada di rumah, tak hadir secara fisik di Gereja. Keluarga yang dikenal sebagai Gereja Domestik, Gereja Rumah Tangga, kini mendapatkan aktualisasinya. Ini tantangan tersendiri bagi umat beriman untuk secara kreatif menghidupi imannya. Tentunya juga menjadi tantangan tersendiri bagi Gereja dan para imamnya. Yang paling penting di sini adalah keselamatan hidup banyak orang. Kalau senjata kita untuk menang melawan penyebaran virus baru ini adalah menjaga jarak kontak fisik, maka inilah senjata yang harus dijunjung semua orang tanpa kecuali.   

Memang beda, tetapi begitulah kenyataannya. Dalam ketenangan dan keheningan di rumah masing-masing, umat Kristiani dan seluruh umat manusia terpanggil untuk merefleksikan arti hidup yang sesungguhnya. Kini kita punya waktu cukup untuk keluarga. Waktu bukan lagi menjadi alasan untuk kita tergesa-gesa. Ternyata ada bidang kehidupan yang selama ini kurang mendapat perhatian, merekalah yang sangat krusial dalam situasi seperti ini. Bola kaki tidak lagi menjadi yang utama. Oposisi dalam politik bukan saatnya bersaing. Tiada agama yang terbaik. Kita semua terpanggil untuk membenahi relasi kita dengan alam, dengan Tuhan dan sesama. Di sinilah agama seharusnya berperan lebih untuk membentuk umatnya menjadi bukan saja umat beragama tetapi umat beragama yang lebih manusiawi. 

Alam berduka, Tuhan berduka, semestinya manusiapun berduka. Banyak yang tentunya bertanya, di mana Tuhan berada dalam situasi kritis seperti ini? Mengapa Ia membiarkan semuanya ini terjadi? Pertanyaan-pertanyaan ini sudah klasik sejak jaman dahulu. Tuhan kini menderita dalam diri para penderita Covid-19; Ia meninggal dalam diri para korban; Ia berada di garis depan dalam diri para tenaga medis; Ia bersusah payah bersama mereka yang terus bekerja agar kita dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dan saih banyak lagi. Kekebasan manusia kembali ditantang. Apa yang manusia perbuat dengan kekebasannya? Kita tidak dapat melemparkan tanggung jawab kepada Tuhan untuk sesuatu yang sebenarnya adalah hasil dari kehendak dan kekebasan manusia. 

Wajah sendu Jumat Agung hari ini menjadi cermin wajah sendu umat manusia saat ini. Tuhan Yesus Kristus rela menderita dan wafat demi keselamatan umat-Nya. Saatnya kita turut menderita demi keselamatan semua orang. Kalau setelah pandemi ini berakhir dan umat manusia bersama semua sektor kehidupan tidak berubah, maka kita tidak belajar apa-apa dari kehidupan. Semoga semuanya akan berlalu dan baik-baik saja dan kita semua berubah menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik. Tuhan mencintai kita semua.           

Portugal, 10 April 2020 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun