Lorong-lorong panjang berderet memantulkan bayang sinar dan binar, berkaca pada musim yang perlahan merangkak naik menjanjikan hangat pada tubuh yang telah begitu lama memikul berat pakaian dingin.Â
Dari jauh suara merdu bertalu-talu antara bunyi musik petik dan suara ribut orang bercakap. Tampak ada riang memenuhi seisi ruang terbuka. Suara bising kendaraan yang tak terkira banyak dan modelnya turut memberi warna pada sore yang perlahan beranjak merangkul pekat.Â
Di sudut lorong bangunan tua seorang ibu muda duduk bersila, sambil tersenyum tipis dengan konsentrasi penuh pada buku terbuka di tangan. Ia tak menghiraukan sekitarnya, entah apa yang sedang terjadi. Yang pasti, ia bergumul dengan dunia sang penulis pada baris-baris kalimat yang ia rangkai pada buku yang entah tentang apa.Â
"Kadang kita memang perlu menyendiri di keramaian sambil menikmati dunia kita sendiri. Entah tentang apa dan bagaimana. Sebab dalam kesendirian tak selamanya kita kesepian", gumamku.Â
Lorong-lorong panjang bangunan ini mulai kehilangan bayang bersama condongnya surya di ufuk barat. Malam perlahan merangkak naik dan sore berpamitan. Di lorong ini ada temu-pisah. Ibu muda itupun beranjak pergi, masih dengan senyum yang sama, dengan buku yang telah tertutup di genggamannya.Â
Mari pulang! Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H