1) Sehelai daun mahoni jatuh tepat di pangkuanku. Kuning kemerahan. Rapuh oleh usia, terkikis amuknya musim panas. Gerah. Di bangku taman, pusat kota, pinggiran sungai, aku duduk. Sendiri, tak sendirian.Â
2) Orang lalu-lalang ke sana ke mari. Ada yang sendiri, ada yang berkelompok. Anak-anak, remaja dan dewasa. Udara sejuk, di akhir hari. Jauh dari gerahnya musim panas. Daun mahoni di genggamanku, kuning kemerahan, mencatat usia. Bukan hanya manusia. Alampun demikian.Â
3) Udara sejuk menjelang senja. Riang gembira anak-anak bermain, sembari menatap masa depan. Orang tua memperhatikan mereka. Tersenyum kemerah-merahan. Anak-anak muda asyik bercengkerama, dan para kekasih sungguh menikmati hidup. Air sungai membelah kota dengan tenang, tiada riak layaknya udara sejuk menjelang senja. Kiranya hidup menjelang senja pun mengalir tenang meski kuning kemerahan dimakan dan termakan usia.Â
4) Daun mahoni kuning kemerah-merahan di  tanganku, kuusap dan kubelai lembut, layaknya hidup menjelang senja.Â
5) Satu-satunya pohon mahoni, di tengah taman kota, tetap kokoh berdiri. Sendiri namun tak sendirian. Kududuk di bangku taman kota, sendiri namun tak sendirian. Terkadang dalam hidup kita perlu menyendiri, untuk mengerti bahwa kitapun beralih dari daun hijau menuju kuning kemerahan termakan dan dimakan usia.Â
5) Dan pada akhirnya kita tahu bahwa hidup ada tahap dan musimnya dan setiap musim itu unik adanya.Â
6)Â A vida e' bela, Hidup itu indah! Tersenyumlah! Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H