Tersiar kabar angkara murka menerkam jiwa segelintir orang di jalanan ibu kota, lalu dengan gegabahnya menyerang dan memporak-porandakan keasrian negeri yang dibangun susah payah dengan keringat dan air mata rakyat.
Yang rakus kuasa lalu menyulut-nyulut amarah dengan lontaran tudingan yang tak patut. Mereka lalu bersembunyi di balik layar sementara yang kecil menjadi bidak di jalanan tak mengerti untuk apa untungnya anarkis di negeri sendiri.
Kidung ini kidung sedih untuk negeri yang baru beranjak maju namun tersegal-segal dihambat tuan tanahnya sendiri.
Namun ada jiwa kesatria mereka yang rela bertaruh nyawa menjaga setiap jengkal bumi pertiwi. Meski lelah, meski dicaci dan dihajar, mereka setia.
Masih ada hati bersih rakyat yang cinta damai di bulan yang penuh gejolak ini. Masih ada pemimpin-pemimpin yang sesungguhnya ingin mengayomi semua, lalu lupakan diri sendiri.Â
Kidung ini kidung duka namun juga kidung harap. Jangan berlarut dengan jiwa keji dan nafsu serakah. Bukankah ini musim puasa? Percuma kalau kelakuan lebih bejat dari ciptaan berkaki empat.Â
Kembalikan damai di negeri ini dan para pengadu domba yang serakah akan kuasa berhentilah bermain sandiwara. Anak-anak negeri yang juga dengan mudah dihasut, sadarlah. Kita sedang dipermainkan mereka yang tidak ingin melihat negeri ini tenteram. Sadarlah, hidup cuma sekali, jangan dinodai angkara murka. Percuma beragama kalau tidak bermoral.Â
Kidung untuk negeri, bangkitlah kembali, kobarkan semangat juang melawan kebejatan.Â
Kidung untuk negeri, tetaplah perkasa, jaya dan bersatu.
Kidung untuk negeri, doa kami menyertaimu.Â
22.05.2019