“Aku akan melakukan apapun untuk itu! Ingat itu!”
Sebuah pesan pesan dari secarik kertas bekas bungkus rokok. Aku hanya tersenyum. Lalu ku bisikkan pada angin yang lewat sebuah kalimat,
“Kau mengancamku? Tak apa, itu tandanya engkau menabuh orchestra kurusetra.”
*******
Aku sebenarnya tidak begitu kenal dirinya. Dan aku yakin dirinya juga tidak mengenalku. Sangat tidak kenal denganku. Karena aku dan dia hanya bersua berbicara dua kali. Selebihnya hanyalah mendengar kabar kabar dari berbagai macam burung. Meskipun sama sama sering mengunjungi padang Kurusetra ini. Tapi padang ini terlalu luas untuk bisa mempertemukan aku dan mengakrabkan aku dan dia.
Kesan pertama saat ku bertemu, Durganini adalah sosok yang fight. Perempuan berbibir ranum itu yang kata orang sering menyanyikan syair-syair cinta. Tapi entah kenapa, dia seperti memendam sesuatu padaku. Yah, mungkin karena aku berasal dari kasta rendah. Meskipun sebenarnya hidup itu tidak ada kasta, tetapi di hati sebagian orang, kasta adalah mutlak ada, hanya saja berbeda kata.
Seperti biasa, aku duduk di pojok padang Kurusetra. Menikmati cakrawala sore sambil sesekali menulis tentang keindahan dunia. Juga menyapa orang yang berlalu-lalang di depanku. Hari hari yang biasanya tenang, setenang surya yang menapaki langit untuk memandangi semesta. Tapi hari ini sudah dirusak oleh pesan Durganini. Ahh, siapakah dia? Rasanya tidak pernah aku mencampuri urusan orang lain. Tapi orang ini..Durganini begitu lancang menyampaikan ancaman sekaligus tantangan.
“Aku akan melakukan apapun untuk itu! Ingat itu!”
Sebuah pesan pesan dari secarik kertas bekas bungkus rokok. Aku hanya tersenyum. Lalu ku bisikkan pada angin yang lewat sebuah kalimat,
“Kau mengancamku? Tak apa, itu tandanya engkau menabuh orchestra kurusetra.” Batinku menerima tantangan.
Saat malam tiba, aku segera diam dalam semedi, Akupun merapal aji “Jiwa Sulaya” untuk menemui jiwa Durganini yang ternyata sedang terbahak bahak dalam sebuah mimpinya.