Dewa, tersenyum. Angin yang berhembus membelai rambunya yang sebahu. sementara awan yang ia pijak, pelan mengarungi angkasa. Sementara sang Matahari meemperhatikan dari langit atas.
"Semua salahmu, Dewi. Semua salahmu!"
"Kenapa bisa?
"Karna kau yang lebih dahulu memanahku." kata Dewa
"kapan? Aku tidak pernah melakukannya, Dewa"
"Bukan dengan panah, di busurmu. Tapi dengan kebersamaan kita, tanpa kau sadari, itu telah menjelma menjadi mata panah yang merajami diriku."
Awan putih bergulung membungkus tubuh mereka. Menjelma mendung hitam pekat.Â
"Dewa....."
"Dewi..."
Anginpun semakin membadai
Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!