Mohon tunggu...
Kens Hady
Kens Hady Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang yang biasa, yang kadang suka menulis

Black Dew

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Perang Angka di Dalam Pilpres

6 Juni 2014   00:42 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:08 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ketika para capres dan cawapresnya melakukan pengundian nomer urut di KPU, sejumlah televisi yang dilengkapi oleh para pengamat, menayangkan secara live. Dan sebagaimana kita ketahui, akhirnya Prabowo mendapat angka satu. Sedang  Jokowi angka 2.  Adakah masalah? Tentu,  karena secara psikologis, semua pasangan menginginkan angka satu. Angka yang jika mau jujur, adalah angka yang dianggap angka paling baik.Yang mendapat angka satu bersyukur, yang mendapat angka dua pun mau tidak mau juga harus pede. Itu secata spontan diungkapkan oleh pasangan nomer dua di dalam sambutannya. Yang oleh sebagian pihak dianggap sebagai pencurian start kampanye dan saat inipun masih dalam proses di Bawaslu.Adanya angka yang mewakili para pasangan pada akhirnya menjadi ''obyek'' kampanye para pasangan ataupun orang orang di belakangnya. Itu sih sah sah saja. Tapi yang tidak habis pikir adalah, adanya orang orang dianggap pintar memakai angka tersebut sebagai alat kampanye dengan memberikan penafsirannya tersendiri.  Siapakah dia? sebelum saya bilang, (saya yakin sebagian sudah tahu karena saya saksikan di televisi) saya katakan bahwa dalam hal ini saya tidak memihak salah satu capres. Saya sekilas melihat, di televisi dengan chanel KompasTV, menayangkan Bapak Yusuf Kalla berorasi di hadapan umum, mengatakan alhamdulillah karena mendapat angka dua angka yang baik. Angka satu digambarkan sebagai bentuk suatu sikap yang mengancam ancam orang. Ini menggambarkan simbol satu yang ditunjukan oleh Prabowo dengan acungkan jari telunjuk.Apakah benar demikian? Tentu sebagai orang yang tidak larut dalam syahwat politik, bisa membaca, bahwa yang dikatakan bapak Yusuf Kalla itu hanyalah nafsu untuk menyerang kubu Prabowo. Dengan mengunggulkan simbol nomer dua, dan menjatuhkan arti nomer satu dipadukan celah 'kelemahan' Prabowo. Celah yang dimaksud adalah ketegasan yang ditampilkan Prabowo, sebagai bentuk pribadi yang otoriter, emosional dan suka mengancam.Benarkah Prabowo begitu? Saya tidak akan membela atau menyangkal, yang saya jadikan poin adalah cara menafsirkan bapak Yusuf Kalla dalam hal angka yang menjadi simbol para pasangan.Bisakah bapak Yusuf Kalla berkata seperti itu? Bila iya dan Jokowi mendapat angka satu? Saya yakin tidak! Adanya hal tersebut karena ''kecemburuan' tidak mendapat angka satu. Saat pasangan Jokowo-JK mengangkat nomer 2 yang sudah dibawa dari 'rumah'nya, sebenarnya jika dibalik itu terlihat ada gambar Jokowi JK dengan angka satu.Tidak banyak yang hendak saya sampaikan, selain keheranan saya, sosok sekaliber bapak Yusuf Kalla, bisa menafsirkan angka angka itu terlalu subyektif dan diungkapkan di hadapan publik. Apakah begitu kampanye? Yang bisa ''memainkan'' kata semaunya sendiri? Apakah itu kampanye yang cerdas atau membodohi? (bagi para fanatik)Bila kita menengok medsos, angka angka itu selanjutnya sudah banyak diracik dengan berbagai ungkapan yang tentu saja sesuai kebutuhan masing2. Dan tentu bisa disanggah oleh kubu yang lain. yang akhirnya cuma kita temukan cuma pepesan kosong soal arti angka.Yang menjadi pertanyaan, apakah subyektifitas itu harus mengorbankan obyektivitas angka tersebut, atau memang tidak ada kata obyektifitas arti kata, karena apabila yang bersangkutan mendapat angka berbeda, maka beda lagi menafsirkan angka yang lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun