Mohon tunggu...
Stopanarkis
Stopanarkis Mohon Tunggu... -

Pegawai Swasta di Jakarta yang bercita cita menjadi guru di negara tercinta ini

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kepastian, Kemanfaatan dan Keadilan dalam Tujuan Hukum

12 April 2015   21:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:12 2095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Honeste Vivere, Alterum non Laedere, Sum Quique Tribuere

-Aristoteles-

Saya tidak pernah menyangka bahwa saya akan jadi galau luar biasa ketika menjadi mahasiswa lagi dikelas magister hukum UGM, sebab selama ini, dalam pandangan saya Hukum tidak lebih dan tidak kurang daripada cabang-cabang ilmu lain yang berakar dari filsafat, seperti ekonomi dan politik (saya cuma memasukkan 2 cabang ilmu saja karena kebetulan belajar keduanya). Karena saya anggap ekonomi dan politik cenderung tidak sulit untuk dimengerti, maka saya pun berpikir bahwa hukum juga tidak jauh berbeda dengan keduanya.

Ketika mempelajari Ilmu Ekonomi, seseorang akan memperoleh "istri" yang bernama keuntungan (saya namakan "istri" karena, ilmu yang dipelajari ini akan dibawa sampai maut memisahkan, bukankah ini sama dengan istri kita? Yang tidak setuju dengan pendapat saya tersebut, bisa dipahami kok :-D). Dengan "istri" Ekonomi, mau pakai asas apapun itu bentuknya, ujung-ujungnya akan kembali pada asas: "dengan biaya seminimal mungkin, untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin", jadi seseorang yang ber"istri"kan ekonomi, mau tidak mau, suka tidak suka akan selalu berpikir dan terus berpikir tentang "cuan", "profit", "keuntungan" apapun itu namanya.

Ketika mempelajari Ilmu Politik, Seseorang akan menemukan "istri" yang bernama kekuasaan. Apapun asas, dogma, ideologi yang kita pelajari didalamnya, ujungnya hanyalah: "cara untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan". Dalam politiklah iklan Teh Botol Sosro akan terasa sangat nyambung: "Apapun makanannya, minumnya tetap teh botol Sosro", "Apapun ideologinya, cita-citanya tetap Kekuasaan". Jadi menurut saya, mempelajari ilmu politik dan mempraktekkannya cuma sesimpel minum teh botoh saja.

Oke, sekarang saya akan mencoba menceritakan Ilmu Hukum, jauh sebelum masuk Hukum saya cuma membayangkan kita akan memeluk erat yang namanya "Keadilan" karena saya pikir, disitulah muara dari Ilmu Hukum. Siapa sangka, begitu menjejakkan kaki di kelas hukum, dunia berputar dengan kecepatan luar biasa, rasanya pusing setiap kali pulang dari kuliah, bingung dan jadi irrasional, karena ternyata.......saya memperoleh tiga "istri" sekaligus dan runyamnya meskipun ketiga istri tersebut bersaudara, tetapi berlainan karakter satu dengan yang lainnya. Mereka adalah "Kepastian", "Kemanfaatan" dan "Keadilan". Kepastian belum tentu bermanfaat dan adil, sementara kemanfaatan, meskipun sifatnya pasti, namun belum tentu adil. Terakhir Keadilan, ia sendiri sifatnya belum tentu pasti namun bermanfaat.


Saya akan coba jelaskan, Kepastian belum tentu bermanfaat dan adil, contohnya adalah kepastian hukum untuk menjerat nenek Asyani (63 tahun) dari Situbondo yang dituduh mencuri tujuh batang pohon jati dan melanggar pasal 12 juncto pasal 83 UU No 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Dalam hal ini pasal hukuman dan ancaman hukuman untuk pencurian kayu itu sudah pasti, sementara perbuatan nenek Asyani, tanpa dipertimbangkan dahulu, langsung ditahan dan diproses pengadilan, jadi silahkan putuskan sendiri, apakah hukum dalam hal ini  meskipun pasti, tapi apakah ada keadilan dan manfaatnya?

Kemanfaatan itu sifatnya pasti, namun belum tentu adil. Contohnya adalah saya punya dua mangkuk kecil soto ayam yang sudah saya siapkan untuk kedua anak saya. Saat waktu makan siang tiba, saya berikan kedua mangkuk tersebut kepada mereka. Dalam hal ini manfaat dari kedua mangkuk kecil soto ayam ini pasti buat mereka, namun tidak adil karena anak saya yang sulung umurnya 9 tahun sementara anak saya yang bungsu umurnya baru 3 tahun. meskipun pasti bermanfaat namun tidak adil, karena si sulung merasa saya memberikan makanan kurang banyak, sementara si bungsu berpikir makanannya sudah cukup untuk membuat kenyang.

Keadilan sifatnya tidak pasti namun bermanfaat. Contoh ceritanya. adalah ketika seorang ayah yang sakit hampir meninggal, ia memanggil kedua anaknya untuk memberikan pesan terakhir dan pembagian warisan. Kepada mereka, dianugerahi sebidang tanah luas yang dimiliki olehnya dengan syarat bahwa si sulung hanya berhak untuk "mengukur" tanah untuk dibagi antara ia dengan si bungsu, sementara si bungsu hanya "berhak" menentukan bagian tanah yang telah diukur oleh kakaknya. Sang ayah meninggal tak lama setelah mengatakan pesannya. Dalam kearifannya, sang ayah telah secara bijaksana menciptakan keadilan, dimana si sulung secara sadar akan mengukur pembagian luas tanah tersebut dengan hati-hati dan tidak besar sebelah, sementara si bungsu akan dengan sangat sadar memilih tanah hasil pembagian kakaknya itu.

Keterkejutan memperoleh tiga "istri" beda karakter inilah yang membuat saya galau berujung resah yang abadi, karena untuk menyatukan mereka menjadi satu kekuatan yang bernama: Ketepatan didalam realitas kehidupan adalah proses yang mungkin mirip seperti keresahan yang telah dialami oleh guru-guru saya di Fakultas Hukum, dan akan mewarnai jalan hidup saya selamanya.

Sementara riuhnya ILC? saya jadi merasa diri saya tidak pantas untuk menonton ataupun mengomentarinya lagi....

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun