Mohon tunggu...
Stopanarkis
Stopanarkis Mohon Tunggu... -

Pegawai Swasta di Jakarta yang bercita cita menjadi guru di negara tercinta ini

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Akhirnya Menulis Lagi..

15 Desember 2015   18:18 Diperbarui: 15 Desember 2015   18:18 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah sempat hilang selama hampir delapan bulan, akhirnya saya kembali lagi menulis. Rasanya memang agak sulit untu menulis lagi, karena menulis butuh pemikiran dan perhatian dalam merangkai kata-kata, namun melihat dan mendengarkan pelbagai hal yang selama ini disuguhkan media baik cetak, online maupun televisi, membuat saya tidak tahan untuk tidak menulis. 

Saya sedih karena papa saya sering darah tinggi menyaksikan drama akrobat politik yang disuguhkan para aktor di media massa dengan skenario terbatas ala sinetron yang pada ujungnya plass.....hilang begitu saja. Papa saya menjadi korban kebrutalan drama akrobat politik itu dan itu meyakinkan saya bahwa papa saya bukan satu-satunya korban dalam hal ini. Saya sering menasehati beliau untuk mematikan saja acara politik yang disuguhkan ditelevisi, karena apa yang disuguhkan sebenarnya hanya akan meningkatkan tensi dan emosi bagi para pemirsanya, namun beliau karena memang koppig masih tetap melihat dan terjerumus dalam tensi dan emosinya. 

Suguhan informasi intelektual sudah menjadi kenyataan sehari-hari sejak era arus informasi dengan gampang diakses oleh orang awam. Bahayanya adalah ketika kita menerima suguhan informasi tersebut tanpa meneliti terlebih dahulu data-data ataupun kenyataan yang menjadi bukti dari informasi tersebut. Berita Hoax, drama politik yang bersandingan dengan sinetron dan telenovela menjejali orang awam seperti ayah saya. Saya sering mendampingi beliau menyaksikan berita-berita di media massa hanya untuk berbagi data dan fakta supaya berita tersebut dapat difilter dari sudut pemahaman yang berbeda. Kasus "Papa Minta Saham" merupakan rekor peristiwa yang mau tak mau membuat saya kembali menulis. 

Tanpa berpolemik lebih jauh, menurut tupoksinya, hak dan kewajiban anggota DPR (legislatif) tidak melingkupi kegiatan bertemu dengan sebuah perusahaan multi nasional untuk membicarakan masalah yang menjadi domain pemerintah (eksekutif), silahkan baca hak dan kewajiban DPR di http://www.dpr.go.id/tentang/hak-kewajiban. Sementara jika menelisik transkrip rekaman yang belum keluar uji forensiknya, didalam rekaman tersebut ada tiga orang yang kongkow-kongkow seputar masalah freeport, jika yang kongkow-kongkow itu diduga adalah oknum lembaga tinggi negara maka pasal 88 KUHP tentang pemufakatan jahat sangat mungkin untuk dikenakan kepada yang bersangkutan. 

Pasal 88 KUHP berbunyi: "Dikatakan ada pemufakatan jahat, apabila dua orang atau lebih telah sepakat akan melakukan kejahatan." Kejahatan seperti apa yang termaksud dalam pasal 88 KUHP ini?, dijelaskan kemudian dalam pasal 88 bis KUHP: "Dengan penggulingan pemerintahan dimaksud meniadakan atau mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar." Silahkan baca transkrip kongkow-kongkow tersebut dikoran, apakah ada niatan dari oknum tersebut yang menjadi dasar dikenakan pasal 88 KUHP. Dari pasal 88 KUHP ini, penegak hukum bisa mengembangkan lebih lanjut pasal-pasal yang berkaitan, yakni pasal 110 KUHP,  Pasal 104, 106, 107 dan 108 KUHP. 

Akhir kata, saya sudah katakan pada papa saya bahwa hasil sidang MKD tidak perlu ditunggu, para "Yang Mulia" di MKD juga tidak perlu dihujat. Mereka hanyalah menjalankan tugas mereka sembari berakrobat secara politis yang memang harus kita pahami bahwa didalam permainan politik pragmatis dewasa ini, hati nurani hanya menjadi figuran untuk mencari dukungan dari mereka yang awam dan mudah ditipu seperti papa saya. 
 

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun