Terkadang aku lelah bukan karena keramaian itu sendiri, tapi karena penilaian orang-orang yang terlalu cepat menempelkan label. Beberapa hari lalu, seorang teman lama menatapku dengan dahi mengerut, lalu berkata, "Kamu tuh terlalu tertutup, nggak pernah nongkrong. Antisosial banget." Aku hanya tersenyum kecil, sambil menahan dorongan untuk menjelaskan: aku introvert, bukan antisosial.
Label "antisosial" seolah menjadi senjata yang dilemparkan begitu saja pada siapa pun yang tak hadir di setiap pesta, tak menjawab pesan dalam lima menit, atau tak aktif di grup WhatsApp. Padahal, kenyataannya sangat jauh berbeda. Menjadi seorang introvert bukan berarti aku membenci manusia atau menolak interaksi sosial. Aku hanya punya cara berbeda untuk menikmati hubungan dengan orang lain, lebih dalam, lebih tenang, dan dalam waktu yang pas.
Menurut psikolog Carl Jung, introvert adalah tipe kepribadian yang memperoleh energi dari dalam diri sendiri, bukan dari luar atau keramaian. Artinya, setelah bersosialisasi, seorang introvert sering kali perlu waktu menyendiri untuk mengisi ulang tenaga. Ini berbeda jauh dengan gangguan kepribadian antisosial (antisocial personality disorder/ASPD) yang justru ditandai dengan perilaku manipulatif, kurang empati, dan sering melanggar norma sosial. Mengatakan introvert itu antisosial, sama seperti menyebut orang yang suka teh tidak bisa minum kopi. Dua hal yang tak saling meniadakan, tapi juga tak bisa disamakan.
Dalam artikel di Verywell Mind (Cherry, 2023), disebutkan bahwa introvert cenderung lebih memilih interaksi yang bermakna daripada obrolan ringan yang dangkal. Mereka bisa sangat sosial dalam konteks yang nyaman, dengan orang yang mereka percaya. Hal itu tentu sangat berbeda dengan antisosial yang cenderung tidak peduli sama sekali dengan perasaan dan keberadaan orang lain.
Aku jadi teringat masa-masa sekolah, saat aku lebih suka membaca di pojok perpustakaan daripada bergabung dengan kerumunan di kantin. Lucunya, saat aku tumbuh dewasa dan mengenal dunia kerja, banyak yang justru menghargai kemampuanku mendengarkan, berpikir sebelum bicara, dan fokus dalam pekerjaan individu. Barulah aku menyadari: bukan aku yang aneh. Dunia saja yang terlalu bising.
Mungkin, inilah waktunya kita semua lebih bijak dalam mengenali dan memahami kepribadian orang lain. Tidak semua orang nyaman tampil di panggung, bersorak di konser, atau aktif di media sosial. Ada yang justru menemukan damai dalam kesunyian, menemukan makna dalam percakapan dua arah yang jujur, dan merasa utuh meski dalam keheningan.
Jadi, jika lain kali kamu bertemu seseorang yang tampak diam, jangan langsung menilai mereka antisosial. Mungkin, mereka hanya sedang menjadi diri sendiri yang sebenarnya---seorang introvert yang nyaman dalam ketenangan. Karena dunia ini tak hanya butuh suara yang lantang, tapi juga telinga yang sabar, dan hati yang tenang.
(Referensi: https://www.verywellmind.com/what-is-an-introvert-2795991)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI