Tisu adalah salah satu produk rumah tangga yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Baik untuk membersihkan tangan, menghapus makeup, atau keperluan sanitasi lainnya, tisu telah menjadi bagian tak terpisahkan dari rutinitas harian kita. Namun, di balik kenyamanan dan kepraktisannya, penggunaan tisu memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan
Proses produksi tisu melibatkan penebangan pohon secara besar-besaran. Satu pohon bisa menghasilkan 1500 gulung tisu toilet. Meskipun rasio terlihat tinggi, namun melihat penggunaan tisu yang sangat banyak tentu membutuhkan beribu poho ditebang setiap harinya. Secara perhitungan global, World Wide Fund for Nature (WWF) memperkirakan dalam sehari sebanyak 270.000 pohon ditebang untuk memproduksi tisu. 10 persen dari jumlah tersebut dipergunakan untuk tisu toilet.
Hutan-hutan yang penting untuk keberlangsungan ekosistem global sering kali harus dikorbankan untuk memenuhi permintaan akan bahan baku ini. Selain itu, industri tisu juga mengonsumsi jumlah besar air dan energi, meninggalkan dampak ekologis yang serius. Pabrik-pabrik memerlukan sumber daya air dalam jumlah besar untuk memproses pulp kayu menjadi tisu. Menurut Environtment Canada dibutuhkan 0,0024 ha hutan dan 324.000 liter air digunakan dalam produksi satu ton tisu.Â
Di banyak kasus, ini dapat menyebabkan pengurasan sumber daya air setempat, bahkan hingga menyebabkan masalah krisis air di beberapa wilayah. Selain itu, produksi tisu juga memerlukan penggunaan energi besar, yang sering kali berasal dari sumber energi non-terbarukan. Di sisi lain, proses produksi tisu juga menyebabkan emisi gas rumah kaca. Pemanasan global adalah tantangan besar yang dihadapi dunia saat ini, dan kontribusi dari industri tisu dapat memperburuk masalah ini.
Hal tersebut masih ditambah dengan akibat yang dihasilkankan dari sampah tisu. Total jumlah sampah tisu di Indonesia sendiri mencapai 25 ribu ton. Padahal tisu adalah produk sekali pakai dan menjadi sampah anorganik yang tidak mudah membusuk dan sulit diurai. World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia mencatat bahwa 54 persen masyarakat kota menghabiskan 3 lembar tisu hanya untuk mengeringkan tangan. Perilaku konsumtif masyarakat terhadap penggunaan tisu didukung dengan kemudahan mendapatkan tisu dengan harga murah.
Untuk mengurangi dampak lingkungan dari penggunaan tisu, ada beberapa alternatif yang bisa dipertimbangkan. Salah satunya adalah menggunakan tisu yang terbuat dari bahan daur ulang atau dari bahan selain kayu. Masyarakat perlu diedukasi agar dapat menggunakan tisu dengan bijak, menghindari pemborosan dan memilih produk dengan label ramah lingkungan.
Meskipun tisu adalah bagian penting dari kehidupan sehari-hari, penting untuk menyadari dampak lingkungannya. Dengan memilih produk tisu yang lebih ramah lingkungan dan menggunakan tisu dengan bijak, kita dapat berkontribusi pada perlindungan lingkungan. Selain itu, dukungan terhadap inovasi dan teknologi dalam produksi tisu dapat membantu mengurangi beban ekologis yang dihasilkan oleh industri tisu. Dengan kesadaran dan tindakan bersama, kita dapat bergerak menuju masa depan yang lebih berkelanjutan dan seimbang dengan alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H