Mohon tunggu...
Nadya Khennis Rozana
Nadya Khennis Rozana Mohon Tunggu... Penulis - Ex-Jurnalis TV9 Nusantara

Terima kasih telah menemukanku

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pujian yang Berlebihan adalah Beban

7 Oktober 2023   13:13 Diperbarui: 7 Oktober 2023   13:15 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by charlesdeluvio on Unsplash

Seorang gadis bernama Ken berhasil menjuarai kompetisi di sekolahnya. Semua teman sekelasnya memberinya banyak pujian dan tepuk tangan. Guru dan orang tuanya sangat bangga dengan prestasi yang telah dicapainya. Sejak saat itu, pujian dan penghargaan terus mengalir untuk Ken. Awalnya, Ken merasa senang dengan pujian dan perhatian yang diterimanya. Namun, seiring waktu berlalu, pujian itu mulai terasa seperti beban yang berat. Setiap kali dia mendapatkan pujian, dia merasa harus mempertahankan kesempurnaan dan selalu lebih baik lagi. Dia takut jika dirinya tidak bisa memenuhi harapan orang lain.

Ken merasa terjebak dalam spiral kecemasan dan tekanan untuk selalu berhasil. Dia tidak ingin mengecewakan siapapun, termasuk dirinya sendiri. Setiap kali dia melakukan sesuatu, pikirannya selalu dipenuhi oleh pertanyaan, "Apakah ini cukup baik?" atau "Apakah orang lain akan menyukai ini?". Waktu berlalu, dan Ken mulai merasa kehilangan gairah dalam melakukan hal-hal yang sebelumnya dia nikmati. Merasa tertekan dan terbebani dengan ekspektasi yang diletakkan orang lain padanya. Semua itu membuatnya merasa tidak bahagia.

Suatu hari, Ken bertemu dengan seorang nenek di taman. Nenek itu melihat Ken yang tampak cemas dan bertanya, "Nak, mengapa kamu terlihat begitu gelisah?". Ken menceritakan semua perasaannya tentang pujian yang menjadi beban baginya. Nenek itu tersenyum lembut dan berkata, 

"Yang penting adalah, apakah kamu sudah berusaha dengan sungguh-sungguh dan memberikan yang terbaik dari dirimu. Jangan terlalu mengkhawatirkan harapan orang lain. Fokuslah pada proses dan perjalananmu, bukan hanya pada hasil akhirnya." 

Ken merenungkan dengan hati-hati. Dia mulai menyadari bahwa kebahagiaan sejati tidak datang dari pujian orang lain, tetapi dari rasa puas dalam dirinya sendiri. Dia memutuskan untuk melepaskan beban tersebut dan kembali mengejar hobi dan minatnya dengan cinta dan kesenangan. Sejak saat itu, Ken belajar untuk menerima pujian dengan tulus, tetapi dia juga belajar untuk tidak bergantung sepenuhnya pada pujian orang lain. Dia menemukan kebahagiaannya dalam memberikan yang terbaik dari dirinya tanpa terlalu terbebani oleh harapan orang lain. Dalam prosesnya, Ken menemukan kebahagiaan sejati dan kebebasan dalam menjadi dirinya sendiri.

Mengapa pujian yang berlebihan dapat menjadi beban bagi seseorang? Ketika seseorang sering mendapatkan pujian atas prestasi atau kualitas tertentu, hal itu dapat menciptakan tuntutan yang tinggi untuk selalu mencapai atau mempertahankan kesuksesan tersebut. Orang yang menerima pujian tersebut bisa merasa tertekan untuk terus tampil di level yang sama atau lebih baik, yang kadang-kadang sulit atau tidak mungkin dilakukan setiap saat.

Pujian yang berlebihan bisa membuat seseorang meragukan apakah mereka benar-benar pantas mendapatkannya atau tidak. Mereka mungkin merasa tidak sebaik seperti yang dikatakan orang lain, dan ini bisa mengganggu rasa percaya diri. Jika seseorang mulai mengaitkan identitas mereka sepenuhnya dengan pujian yang diterima, maka ketika pujian itu tidak ada, mereka merasa kehilangan arah dalam hidup. Pujian dari orang yang penting seperti orang tua, guru, atau atasan, bisa menciptakan tekanan sosial yang menyebabkan beban emosional. Seseorang mungkin merasa harus terus memenuhi harapan orang lain agar tetap mendapatkan pujian dan pengakuan tersebut.

Memberikan pujian dengan bijaksana dan tulus dapat membantu menghindari agar pujian tidak menjadi beban bagi penerima. Berikan pujian yang spesifik dan terasa tulus. Sebutkan secara konkret kualitas, prestasi, atau tindakan yang membuat Anda terkesan. Hindari pujian yang terlalu umum atau mengandung hiperbola yang berlebihan. Selain menggunakan kata-kata, perhatikan bahasa tubuh Anda ketika memberikan pujian. Ekspresi wajah dan nada suara yang tulus dan hangat akan membantu menyampaikan pujian dengan lebih efektif. 

Jika Anda merasa tidak tulus atau tidak yakin dengan pujian yang akan diberikan, lebih baik untuk tidak memberikannya. Pujian yang tidak tulus atau dipaksakan bisa lebih berdampak buruk daripada memberikan pujian sama sekali. Pertimbangkan kepribadian dan karakter penerima pujian. Beberapa orang mungkin lebih terbuka terhadap pujian publik, sementara yang lain lebih menyukai apresiasi secara pribadi. Hormati preferensi mereka dan pilih cara memberikan pujian yang sesuai. Alihkan perhatian dari hasil akhir ke usaha dan dedikasi yang diberikan oleh penerima. Misalnya, beri pujian untuk usaha dan kerja keras dalam mencapai tujuan, bukan hanya fokus pada pencapaian semata.

Setelah memberikan pujian, sertakan rasa terima kasih atas kontribusi atau prestasi penerima. Hal ini menunjukkan apresiasi dan menghindari kesan seolah-olah pujian hanya diberikan secara rutin. Pujian seharusnya tidak menciptakan tekanan tambahan pada penerima untuk terus tampil sempurna atau mencapai standar yang tidak realistis. Biarkan mereka tahu bahwa pujian diberikan sebagai penghargaan atas apa yang sudah mereka lakukan, bukan sebagai tekanan untuk pencapaian di masa depan. Dengan memberikan pujian dengan bijaksana, Anda bisa menciptakan lingkungan yang positif dan memberikan dampak yang baik pada kesejahteraan emosional penerima pujian. Pujian yang tulus dan otentik dapat menjadi dorongan positif tanpa menciptakan beban yang tidak diinginkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun