Kabar yang cukup ramai dalam 1 minggu ini salah satunya tentang ijin proyek reklamasi yang dihentikan Anies selaku Gubernur DKI Jakarta yang mencabut ijin prinsip dan ijin pelaksanaan proyek bersangkutan. Akibatnya, sejumlah proyek yang masih dikerjakan di sejumlah 13 pulau reklamasi untuk melanjutkan pembangunan, terpaksa di tunda sementara waktu.
Dilansir laman CnnIndonesia.com (27/09/2018) sejumlah persiapan lainnya yang dilakukan Anies selama proses penundaan pembangunan proyek reklamasi tersebut diantaranya menyiapkan dasar hukum untuk mengatur reklamasi si teluk Jakarta dengan wewenangnya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Meski begitu, Anies enggan menjelaskan detail aturan yang akan dibuatnya dalam sebuah Raperda.
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio justru memiliki pandangan yang berbeda sebagai sikap Anies Baswedan. Menurutnya, sikap Gubernur DKI Jakarta melakukan pencabutan ijin prinsip dan ijin pelaksanaan yang menjadi polemik, tidak akan bisa menyelesaikan dan menghentikan proyek reklamasi tersebut. Cara Anies menghentikan proyek dengan pemikiran tersebut, jelas tanpa dasar hukum yang tegas akan menjadi berita  pencitraan dan seremonial belaka.
HGB dan Perijinan
Meski sejumlah pembangunan di pulau reklamasi di teluk Jakarta di tunda atau di hentikan, sejumlah kekhawatiran dari kalangan tentang fungsi HGB yang sudah ditangan memang cukup beralasan.Â
Mengutip pernyataan Badan Pertanahan Nasional disela sela permohonan Gubernur DKI Jakarta , Anies Baswedan yang menginginkan BPN untuk menunda dan membatalkan semua hak guna bangunan yang sudah dikeluarkan kepada pihak ke tiga atas seluruh pulau hasil reklamasi.Â
Sehubungan dengan permohonan yang dilayangkan Anies, Kementrian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional menyampaikan beberapa pernyataannya, yang dapat Anda lihat detailnya di sini.
Menurut saya, ada poin penting yang perlu menjadi perhatian Pemprov DKI Jakarta dari sejumlah pernyataan yang disebutkan.
Terbitnya HGB tersebut dinilai sah menurut hukum, sehingga jika permohonan Anies terlaksana, maka akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Mungkin ke depan akan muncul Anies lainnya untuk menggunakan wewenangnya untuk membatalkan perjanjian yang sudah di buat.
Untuk membuktikan keberatan atas permohonan yang dilayangkan Gubernur DKI Jakarta , pihak BPN mempersilahkan pihak terkait yang menolak dengan saran menempuh upaya hukum lewat Lembaga Peradilan, dalam hal ini adalah Tata Usaha Negara dan/atau Perdata.
Jika kita mau kembali ke tahun sebelum Gubernur DKI Jakarta sebelum era Anies, institusi yang berwenang untuk proyek reklamasi Teluk Jakarta memang simpang siur. Namun jika membaca Pasal 4 Kepres No 52 Tahun 1995, proyek reklamasi tersebut merupakan wewenang pemerintah pusat yang didelegasikan kepada Gubernur DKI Jakarta.