Selama masa kekosongan kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta, setelah ditinggal Sandiaga melaju dalam Pilpres 2019 nanti. Dua Partai terlihat masih berusaha untuk menyodorkan nama calon kandidatnya. Menurut saya, hal ini menjadi sesuatu yang lumrah, ketika kursi Wakil Gubernur di Minati partai pendukung karena alasan politis. Apalagi peluang mendapatkannya tidak sesulit dengan mengikuti berbagai proses penyaringan, sebelum maju ke pemilihan demokratis. Itupun memerlukan lebih banyak tenaga, waktu dan biaya, tanpa disertai kepastian untuk jaminan akan terpilih. Sehingga, ketika peluang mengisi jabatan strategis menjadi Wagub memunculkan peluang lebih besar, rasanya menjadi mubazir jika di lewatkan.Â
Menariknya, fenomena tarik ulur yang masih berusaha di tutup oleh parpol, untuk meredam kesan rebutan jabatan Wakil Gubernur DKI Jakarta saat ini. Menurut Gerindra, hal ini untuk mencegah munculnya citra buruk menjelang memasuki Pilpres dan pileg 2019, seperti yang sudah kita tahu saat Prabowo bersama Sandiaga maju dalam pemilihan umum menjadi kandidat Presiden dan Wakil Presiden. Namun, reaksi yang berlawanan dari PKS melihat kekosongan jabatan Wakil Gubernur DKI Jakarta, PKS memberikan sikap perlunya untuk respon yang cepat. Mengutip laman Kompas.com 28/08/2018) mengabarkan, Penasihat Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Triwisaksana membenarkan, sejumlah rapat pembahasan menyikapi jabatan ini untuk menentukan sejumlah nama yang akan di ajukan nanti. Triwisaksana mengatakan, PKS punya keyakinan Gerindra akan menyerahkan nama kandidat wagub sepenuhnya kepada PKS. Meski demikian, Ia dan partai PKS tidak akan mengabaikan saran dan pikiran Gerindra.
Mencari Jodoh Untuk Gubernur DKI Jakarta
Tak ada gading yang tak retak, mungkin sebuah kalimat yang sering di dengar oleh telinga, mungkin saja bisa menjadi masukan untuk partai politik yang saat ini bersiap-siap mengirimkan kadernya membantu Anies Baswedan. Menjadi Gubernur DKI Jakarta yang di penuhi berbagai kepentingan, bermacam sifat, dan ragam manusia dalam satu tempat. Anies yang kita kenal sebagai gubernur santun dan mengusung slogan keberpihakan, akan mengalami banyak kesulitan menjalankan program prioritasnya, tentunya selama kita tidak menganggap programnya gagal. Akhirnya kesantunan yang tinggi dengan tutur kata yang halus dan indah di dengar, seakan menjadi pisau tumpul hingga masa jabatan jika tidak mendapat Wakil Gubernur yang punya kemampuan berbeda dengan Anies Baswedan.
Sebut saja program yang menjadi andalannya saat kampanye pemilihan Gubernur lalu, belum memperlihatkan prestasi yang menggembirakan, saya malah melihat program yang dikeluarkan sebagai kebijakan pemerintah DKI Jakarta, hanya bersifat kontroversi, tentunya hanya mereka saja yang mengerti alasan kebijakan tersebut dijalankan di Jakarta.Â
Bahkan tidak jarang program tersebut menjadi lelucon warganet dan beberapa masyarakat DKI Jakarta sendiri. Misalnya program uji coba transportasi yang sering di ulang dan di perpanjang karena tidak sesuai target. Peristiwa terbaru tentang bangkrutnya  OK OCE karena pendapatan tidak mampu untuk membayar sewa bangunan, sehingga harus terusir dan mencari lokasi gratis lainnya.
Mengutip laman Kontan.co.id, Selasa (11/9/2018), Jerry sebagai pengamat mengatakan, program digagas oleh Sandiaga hanya sebatas janji semasa kampanye dalam Pilkada DKI 2017, sehingga tidak mengejutkan jika program OK OCE berantakan, karena setelah Sandiaga menjabat program tersebut diserahkan kepada orang lain. Kegagalan OK OCE, menurut Jerry, menjadi satu di antara kelemahan Sandiaga.
Sementara itu, Ketua Fraksi Nasdem DPRD DKI Jakarta Bestari Barus menyebut program OK OCE andalan Pemrov DKI Jakarta era Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sekedar lip service.
"Jangan dididik-didik, dilatih-latih terus, itu memakan waktu. Kasih duitnya bagaimana perjanjian pengembaliannya agar kami bisa lebih berdaya. Saya katakan di media program OK OCE adalah program lips service," ujar Bestari. Menurut Bestari, program OK OCE awalnya ditujukan untuk menciptakan 200 ribu entrepreneur baru di Jakarta.
"Memang betul dalam tahun ini ada 45 ribu orang mendaftar, yang difasilitasi dengan akses permodalan baru sekitar 300-an saja. Jauh dari panggang daripada api. Habislah nanti anggaran Rp 98 miliar itu untuk pekerjaan yang hampir boleh dikatakan sia-sia tadi," ujar Bestari.
Sekretaris Fraksi Hanura DPRD DKI Veri Yonnevil menilai program OK OCE sebelumnya dijanjikan permodalan. Namun kenyataannya tidak dibantu modal usaha. Veri menyebut program OK OCE tidak matang dan berbeda dengan apa yang disampaikan saat kampanye.