Mohon tunggu...
Ken Hirai
Ken Hirai Mohon Tunggu... profesional -

JIKA DIAM SAAT AGAMAMU DIHINA, GANTILAH BAJUMU DENGAN KAIN KAFAN. JIKA "GHIRAH" TELAH HILANG DARI HATI GANTINYA HANYA KAIN KAFAN 3 LAPIS, SEBAB KEHILANGAN "GHIRAH" SAMA DENGAN MATI (-BUYA HAMKA-)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tulisan Itu Cerminan Hati...(Reloaded)

25 Oktober 2012   13:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:24 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tulisan ini terinspirasi dari tulisan filsafat kompasianer RumahKayu disini. Sebuah tulisan yang lahir merupakan buah kerjasama antara kerja hati dan kerja pikiran. Hati dan pikiran yang bening tentu akan mampu menuangkan sebuah permasalahan dalam tulisan secara jujur dan jernih. Sebaliknya hati dan pikiran yang sedang kusut dan galau tentu sulit untuk merangkai kata-kata magis secara runut dan jernih. Apalagi jika suasana hati sedang dipenuhi oleh rasa sakit hati, benci dan dendam maka yang lahir dalam tulisan pun akan mencerminkan suasa hati yang sedang sakit tersebut. Meskipun berulang kali kita menyanggah, membantah dan tidak mengakui suasana hati dan pikiran yang sebenarnya sedang sakit, tapi pembaca bisa dengan mudah ikut merasakannya baik yang tersurat maupun tersirat dalam tulisan tersebut.

Jalaluddin Rumi pernah mengungkapkan bahwa baik buruknya sifat manusia sangat ditentukan oleh hatinya. Menurut Rumi hati adalah cerminan jiwa karena hati merupakan letak nurani manusia. Bahwasanya semakin dalam kita menilai isi hati kita maka cerminan sikap dan prilaku kita pun akan semakin terlihat dengan jelas. Perpaduan hati dan pikiran yang jernih tentu mampu menilai bahwa sesuatu tersebut indah atau buruk. Begitu pun dalam menulis, berkomentar atau membaca jika suasana hati dan pikirannya jernih tentu mampu menilai bahwa tulisan tersebut bernilai indah, buruk, bermanfaat atau justru menyesatkan.

Senada dengan Rumi, banyak nasehat yang diberikan oleh orang-orang bijak untuk meningkatkan kejernihan hati. Salah satunya adalah perenungan dan introspeksi diri. Bahkan Bimbo pun dalam sebuah syairnya pernah mengungkapkan bahwa hati adalah bagaikan cermin dimana debu dan kotoran mudah sekali menempel. Jika kita tidak pernah membersihkannya maka seluruh permukaan cermin pun akan tertutup debu dan kotoran. Butiran-butiran debu tersebut pun akhirnya membatu dan semakin sulit untuk dibersihkan. Begitu pula dengan hati, jika kita tidak rajin menjaga dan merawatnya maka akan mudah sekali kotor. Itulah pentingnya introspeksi diri untuk menjaga agar hati kita tetap bersih dan terbebas dari racun yang mengotorinya.

Sesibuk apapun, ada baiknya kita meluangkan waktu sejenak untuk melakukan introspeksi diri untuk menilai segala hal yang ada dalam hati dan pikiran kita. Introspeksi diri juga berguna untuk membuka wawasan seluas-luasnya dan selalu mengembangkan pikiran-pikiran positif. Disinilah kita memerlukan teman, sahabat atau orang lain untuk memberikan masukan dan kritikan sehingga kita bisa menjaga keselarasan antara hati dan pikiran. Jadikan kritikan sebagai energy terbesar untuk menjadikan hati dan pikiran kita memiliki sudut pandang yang luas. Masukan dan kritikan orang lain justru akan menjadi penyeimbang untuk menemukan kebenaran universal, karena hati dan pikiran kita pun terkadang tidak berjalan selaras.

Jika kita sudah menyadari bahwa tulisan maupun komentar adalah cerminan hati dan pikiran kita tentu kita tidak akan lagi mengumbar emosi dengan meluncurkan caci maki dan kata-kata kotor yang menjijikkan. Karenanya, jika kita menulis dan bertujuan untuk dibagi kepada khalayak umum maka perhatikanlah suasana hati dan pikiran tersebut. Jika hati dan pikiran sedang sakit karena diliputi perasaan benci dan dendam dan ternyata kita tetap ingin menulis dan berkomentar maka lakukanlah di buku harian saja. Yang namanya aib janganlah diumbar di tempat umum. Tuangkan saja segala caci maki dan kata-kata kotor tersebut di buku harian hingga terasa puas. Lalu bacalah dan nikmati caci maki dan kata-kata kotor di buku harian tersebut seakan-akan orang lain sedang menteror kita. Lakukan berulang-ulang hingga penyakit di hati dan pikiran tersebut hilang. Jika sudah sembuh dan merasa yakin hati dan pikiran sudah benar-benar sehat maka menulislah kembali untuk di bagi kepada khalayak umum. Harus diingat, mereka yang membaca tulisan kita adalah orang-orang yang ingin memetik hikmah dan manfaat dari tulisan tersebut. Mereka yang membaca tulisan kita adalah para juri yang akan memberi nilai berdasarkan sudut pandang dan pengetahuan yang mereka miliki. Tulisan yang lahir dari hati dan pikiran yang sehat dan dibaca oleh pembaca yang hati dan pikirannya juga sehat tentu akan lebih menyehatkan dan lebih memberi manfaat.

Catatan: Tulisan untuk introspeksi diri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun