[caption caption="Kompasianer istimewa (Sumber Foto Amril ATG)"][/caption]Ini serius bro. Bukan saatnya main-main lagi. Ancaman MEA sudah di depan mata. Pesan Jokowi saat makan siang bareng Kompasianer di istana sangat jelas. Untuk menghadapi MEA buat tulisan yang membangun optimisme. Jokowi berpesan agar para Kompasianer yang diundang makan siang di istana membuat tulisan yang membangun optimisme publik, tulisan yang memberi harapan dan mendorong masyarakat untuk maju.
Jangan pernah berpikir makan siang di istana gratis. Catat!!! makan siang 100 Kompasianer di istana menggunakan uang rakyat. Sop buntut yang disantap oleh 100 Kompasianer di istana berasal dari pajak rakyat. Maka anda harus mengembalikannya pada rakyat. Caranya, sesuai amanat Jokowi buatlah tulisan yang membangun optimisme rakyat. Tulisan yang memberi harapan dan mendorong agar rakyat mau maju. Bukan tulisan yang menebar pesimisme dan memecah belah rakyat.
Faktanya, hingga tulisan ini dipublish tidak ada satu pun tulisan Kompasianer yang diundang makan siang di istana mampu memenuhi harapan Jokowi. Hingga tulisan ini dipublish tidak ada satu pun tulisan Kompasianer yang diundang makan siang di istana menulis yang membangun optimisme publik seperti diamanatkan oleh Jokowi.
Hingga tulisan ini dipublish Kompasianer yang diundang makan siang di istana lebih memilih sibuk membuat tulisan haha-hihi, pamer sop buntut istana, meluapkan amarahnya pada Kompasianer Adhieyasa Adhieyasa dan mengejek sikap terhormat Den Bhaguse yang memilih mundur dari Kompasiana.
Mereka, sebagian Kompasianer yang diundang makan siang di istana masih berpikir bahwa kritik para Kompasianer terhadap sikap "gelap-gelapan" admin hanya masalah iri dan dengki semata. Apakah mereka tidak mendengarkan pesan Jokowi yang sangat jelas dan terang benderang "menulislah yang membangun optimisme publik!!!". Amanat Jokowi pada 100 Kompasianer telah menjadi prasasti di media cetak maupun online. Terukir dengan sangat jelas,"Buat tulisan yang membangun optimisme!"
Mengapa Kompasiana dan Kompasianer yang diundang makan siang di istana mengkhianati amanat Jokowi?
Pertama, mindset sebagian besar Kompasianer yang diundang makan siang di istana belum berubah. Mereka masih terbuai mimpi, bangga karena menjadi Kompasianer istimewa yang diundang makan siang di istana bareng Jokowi. Mereka lupa bahwa dibalik kebanggaan tersebut ada tanggungjawab besar untuk memenuhi harapan Jokowi untuk membuat tulisan yang membangun optimisme. Tentu tidak mudah merubah mindset tulisan haha-hihi menjadi tulisan yang membangun optimisme publik.
Kedua, dugaan saya berdasarkan penelusuran di Kompasiana, facebook dan twitter, 50% lebih Kompasianer yang diundang makan siang di istana bareng Jokowi adalah Kompasianer lama yang sudah bertahun-tahun tidak aktif lagi di Kompasiana. Beberapa diantaranya sudah tidak aktif selama 6 tahun lebih tapi ikut diundang juga. Karena sudah tidak aktif tentu mereka tidak lagi menulis di Kompasiana. Banyak diantara mereka yang sudah tidak aktif lebih asyik berceloteh dengan dunia twitter yang cukup hanya dengan 1-2 kata dibandingkan dengan Kompasiana yang harus berpikir minimal 150 kata. Jelas, menulis bukanlah hal yang mudah apalagi jika dituntut menulis yang membangun optimisme. Penulis aktif saja kesulitan menulis topik optimisme, apalagi yang lama tidak aktif menulis lagi.
Ketiga, kontroversi undangan makan siang yang terus berkepanjangan membuat Kompasianer terbelah. Kontroversinya bahkan mampu mengalahkan tulisan-tulisan terkait Kompasianival. Ada perasaan menulis serba salah karena ada pihak yang tersakiti, tidak menulis pun salah karena mengkhianati pesan Jokowi. Akhirnya dipilih jalan tengah asal menulis yang penting tidak menyakiti orang lain. Atau tidak menulis sama sekali sebagai pilihan terbaik. Lihat saja dari 100 undangan, tak lebih dari 10 Kompasianer saja yang menuliskan reportasenya. Sisanya memilih tidak menulis.
Dengan situasi kontroversi Kompasiana yang semakin tidak kondusif maka Jokowi dan pihak istana menjadi pihak yang paling dirugikan. Pesan Jokowi agar Kompasianer membuat tulisan yang membangun optimisme publik, yang memberi harapan dan mendorong untuk maju sepertinya sia-sia. Tidak tercapai. 100 Kompasianer yang diundang makan siang di istana seperti mengkhianati amanat Jokowi. Padahal anggaran yang digunakan untuk makan siang adalah uang rakyat yang diambil dari pajak rakyat. Sudah sepantasnya jika Jokowi meminta imbalan setimpal agar 100 Kompasianer menulis hal-hal positif yang membangun optimisme publik.
[caption caption="Kompasianer istimewa (Sumber Foto Abi hasantoso)"]