Hajar aswad adalah batu berwarna hitam yang terletak di salah satu sudut Ka’bah Baitullah. Hajar Aswad tertanam di sudut dinding Ka’bah yang dekat dengan pintu Ka’bah. Daerah antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah disebut Multazam merupakan salah satu tempat yang mustajab. Karenanya, ketika melakukan thawaf banyak orang-orang yang berkumpul dan saling berdesakan di daerah dekat Hajar Aswad dan Multazam.
Bisa datang memenuhi panggilan Allah ke Ka’bah Baitullah adalah impian terbesar setiap muslim di seluruh penjuru dunia. Dan bisa jadi menjadi kebanggan dan kepuasan tersendiri jika mampu mencium Hajar Aswad dan berdo’a di Multazam. Padahal mencium Hajar Aswad hanyalah sunnah. Tetapi banyak orang-orang yang berusaha mati-matian dan melakukan segala cara untuk dapat mencium Hajar Aswad.
Seringkali saya melihat terjadi pertengkaran, saling menyakiti, saling adu mulut, saling dorong, saling sikut dan gontok-gontokan antar jamaah hanya untuk bisa mencium sebuah batu biasa. Tentu kita masih ingat kata-kata Umar Bin Khattab yang mengatakan, “Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau (Hajar Aswad) hanyalah batu biasa yang tidak dapat mendatangkan bahaya, tidak juga manfa’at. Kalau sekiranya aku tidak melihat Rasulullah SAW menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu.”
Jadi sangat ironis, ketika para jamaah haji atau umroh yang berusaha mati-matian dan melakukan segala cara untuk dapat mencium Hajar Aswad yang hanya amalan sunnah dengan cara melakukan kemungkaran dan saling menyakiti. Tapi, itulah Faktanya. Di tempat yang paling suci, di Ka’bah Baitullah, di sudut Hajar Aswad mereka rela melakukan pertengkaran, saling menyakiti, saling adu mulut, saling dorong, saling sikut dan gontok-gontokan antar sesama muslim hanya untuk bisa mencium sebuah batu biasa. Batu hitam yang tertanam di salah satu sudut dinding Ka’bah.
Mengapa hal tersebut bisa terjadi di tempat yang paling suci, di Ka’bah Baitullah?
Padahal sudah sangat jelas seperti yang dikatakan oleh Umar Bin Khattab bahwa Hajar Aswad tidak akan memberi manfaat dan fadhilah apa-apa. Justru yang terjadi adalah kemungkaran dan kerusakan ibadah akibat saling menyakiti, saling sikut dan gontok-gontokan.
Begitu juga yang terjadi dengan tragedy kemanusiaan di Mesir. Mengapa Ikhwanul Muslimin ngotot mempertahankan kekuasaannya yang telah dikudeta oleh militer dan membiarkan darah kaum muslimin mengalir deras di Mesir? Pertanyaan yang sama, mengapa militer Mesir rela memuntahkan peluru-peluru yang dibeli dari tetesan keringat rakyat Mesir untuk mengucurkan darah rakyatnya sendiri?
Seharusnya, para pimpinan Ikhwanul Muslimin dan seluruh komponen di Mesir sadar bahwa tugas militer adalah mempertahankan keutuhan, kedaulatan dan kewibawaan Negara. Dan militer di seluruh dunia dibentuk oleh Negara sebagai mesin pelindung sekaligus sebagai mesin pembunuh.
Artikel ini ditulis sebagai wujud keprihatinan yang mendalam atas tragedi kemanusiaan di Mesir dan sikap saling menyakiti sesama muslim di sudut Hajar Aswad, Ka'bah, Baitullah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H