Mohon tunggu...
Kenez Aja
Kenez Aja Mohon Tunggu... Lainnya - orang biasa

a dreamer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jah Nehi Nehi Dendi

25 Agustus 2010   07:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:43 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jah, nanti malam di gedung bioskop film apa yang akan diputar?" Si penanya terlihat susah payah menahan gelak. Aku tahu, jawaban dari bibir wanita yang tak jelas masa usianya itu tak penting baginya. Si penanya hanya ingin menggoda wanita setengah waras itu. Pikir si penanya, mempermainkan Jah dengan cara seperti ini akan lebih dianggap terhormat dibandingkan mengolok-oloknya sepanjang jalan, bertepuk tangan mengintai langkah Jah, dan meneriakkan kata "gila". Persis seperti ulah anak-anak ingusan kampung. "Film india ... " Gumam Jah pelan, nyaris tak terdengar. Wanita itu. Kutaksir wajah tuanya dan gerak jalannya yang lapuk hanyalah sebuah khianat. Pengkhiatan fisik. Mungkin saja tak lebih dari 35 sampai 40 tahun, kurasa. Memang tak ada seorang pun yang tahu kapan tepatnya Jah lahir. Ia sudah ada di kampung aur, dan begitulah adanya. Orang-orang pun tak banyak cincong tentang silsilah keluarganya. Lebih tepatnya mereka tak peduli. Sebagian ada yang bilang kalau Jah tinggal di lurah atas, tapi itu pun tak jelas yang mana tepatnya. Yang paling aneh ada yang bilang ia tinggal balik air terjun P. Air terjun di bawah kaki gunung Merapi. Tak banyak orang yang berani datang ke sana. Kawasan terlarang, kudengar. Penuh oleh orang bunian dan segala macam sekongkownya. Penampilan fisik Jah. Rambutnya panjang hingga mencapai lutut, dikepang. Rapi jalinannya, diminyaki sepertinya. Pakaiannya. Jangan kau mengira ia gila maka pakaiannya kumuh, lusuh dan kacau balau. Ia memakai sebuah kaos longgar yang tertutup kain panjang yang dililit diselempangkan. Kugambarkan seperti kain sari yang dipakai wanita-wanita India. Maka tak heran orang-orang sering mengolok Jah dengan panggilan Jah nehi nehi dendi. Ia tak marah. Mungkin saja julukan itu bahkan sebentuk penghargaan tersendiri baginya. Karena tampilannya inilah orang kampung sering menanyakan hal-hal yang berbau India pada wanita ini. Jah menjinjing sebuah tas plastik setiap hari. Model yang sama, walau telah usang tak pernah dibuang. Isinya tak penting. Karisiak. Yakni daun pisang yang telah mengering. Ada banyak helaian didalamnya. Disusun rapi serupa lembaran uang dalam dompet. Jah. Sebuah nama yang mungkin sangat indah dan agung. Siti Khajidah Adnan binti Muhammad Adnan. Deret nama yang bisa kubaca diatas sebuah gundukan tanah cembung. Tanah yang telah kering, gersang. Jasat wanita berkepang dengan baju sari warna mencolok itu telah terbaring di dalamnya. Jah telah pergi. Meninggalkan kami orang-orang kampung yang sering mengolok-oloknya. Meninggalkan dunia fana ini. "Jah, film apa yang main di gedung bioskop ini malam?" Hening

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun