Mohon tunggu...
Kencis Sagi
Kencis Sagi Mohon Tunggu... lainnya -

pribadi yang masih sangat perlu semangat dan belajar terutama dalam menulis

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Indah dan Nikmatnya Hati yang Berserah

27 Juni 2012   03:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:29 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siswo sudah tidak mampu lagi memaksimalkan akal dan pikirannya untuk mencari solusi. Permasalahan yang dihadapinya kali ini memberikan pelajaran yang sangat dalam bahwa akal dan pikiran pada tataran atau kondisi tertentu mencapai puncak batasnya. Dan di atasnya itulah bukti kekuasaan, kewujudan, keberadaan dan campur tangan Tuhan.

Usaha konstruksi yang dibangun dari bawah dan dirintis Siswo selama ini hancur dalam sekejap. Keinginan untuk mengembangkan usahanya dengan jalan menerima order pekerjaan yang lebih besar dan dengan perhitungan akan melibatkan seluruh modal yang dimiliki tumbang tak bisa ditopang. Ketika Siswo sudah mulai larut dalam rintisan bisnisnya dan bangunan bisnisnya hampir separo jadi, Allah menghendaki dia menapaki jalan yang lain.

Sebelum benar-benar jatuh sebenarnya Siswo sudah merasakan dan perhitungannya juga mengatakan demikian, namun sebelum palu takdir dijatuhkan dia berniat melakukan usaha yang maksimal untuk menyelamatkan bisnisnya. Karena menurutnya ikhtiar adalah bentuk nyata dari syukur atas nikmat dan rejeki. Usaha telah dilakukan kesana dan kemari untuk menutup kerugian modal yang dialami. Setiap kenalan dan kepada beberapa bank dia datangi untuk membantu memulihkan usahanya. Namun Allah berkata lain dan bisnis yang digelutinya senilai 1,3 milyard benar-benar hancur. Seluruh kekayaan yang dipunyai telah dikorbankan untuk menutupnya namun masih belum cukup asset kekayaan impas dengan kerugian, bahkan bank telah menancapkan papan penyitaan di depan rumahnya. Semua sendi-sendi terasa tertutup rapat dan hampir-hampir tak ada celah lagi untuk Siswo bisa lolos. Padahal dia sangat membutuhkan sejumlah uang yang cukup untuk menutup kesulitannya.

Dia sangat capek akal dan pikiran, dia benar-benar berada pada titik zero, dia sedang berada pada kurva lembah, cakra manggilingan roda kehidupannya kembet tertancap berimpit dengan jalan yang dilalui. Seakan tak ada lagi harapan, asa sudah mencapai pada batasnya, ikhtiar tak menemukan jalan keluar dan usaha tak mampu lagi menyelamatkannya. Dia teringat gurunya dan ingin sekali menangis di pangkuannya untuk menumpahkan segala kesulitan yang dialami, sukur-sukur bisa memberikan solusi. Segera Siswo terbang ke tempat kediaman Mbah Darmo sang guru yang nun jauh dari rumahnya dengan sisa uang yang dimiliki.

Setelah melakukan adab etika murid saat berjumpa dengan guru Siswo menceritakan segala yang dihadapinya dan dengan nada harapan sang guru mampu membantu membuka jalan keluar kesulitannya. Mbah Darmo adalah ulama yang sangat disegani dan populer di kalangan umat islam. Dan sangat nampak sekali kealimannya ketika Mbah Darmo menerima pengaduan Siswo. Tanpa banyak kata setelah mendengarkan dengan sungguh aduan Siswo Mbah Darmo masuk ke dalam rumahnya meninggalkan Siswo sendirian di ruang tamu dalam kekalutan. Untuk sesaat,,,dan kegalauan Siswo merambat berubah dan mulai nampak samar titik-titik harapan. Pasti Mbah Darmo akan memberi sesuatu untuk membantu kesulitanku,,,pikir Siswo. Dan memang benar adanya, Mbah Damo keluar dengan membawa dua bungkusan besar seperti zak. Satu berisi hampir penuh dan satunya lagi berisi separo. Tapi Siswo tidak tahu apa isi bungkusan itu.

Setelah sampai di depan Siswo Mbah Darmo tidak langsung duduk tapi membalik dua bungkusan yang dipegang dan sudah terbuka di ujungnya. Segeralah berhamburan isi dua bungkusan dalam pegangan Mbah Darmo di depan mata Siswo. Mata Siswo membelalak demi melihat isi bungkusan yang tertumpah itu dan ingin sekali meraupnya karena ternyata isi bungkusan tersebut adalah pecahan uang kertas seratus ribuan dan limapuluh ribuan semua. Dan sebanyak itu, pasti nilainya milyardan pikirnya. Dalam hatinya Siswo membatin,,,memang tidak salah aku mendatangi guruku yang sangat aku cintai dan hormati ini. Tangan Siswo masih terpaku dalam pangkuannya tak berani sedikitpun bergerak untuk memegang uang tersebut karena sebagai murid yang sangat patuh pada gurunya dia tidak berani bahkan sekedar menggerakkan pikirannya untuk memerintah tangannya sebelum ada kata perintah yang meluncur dari bibir sang guru sebab barang itu belummenjadi haknya. Dan akhirnya suara dari bibir sang guru yang dinantikan Siswo keluar juga.

“opo iki le sing mbok anggep iso gawe awakmu urip opo mati?” pertanyaan dari sang guru kepadanya yang membingungkan. Siswo benar-benar sangat bingung dengan pertanyaan sang guru yang terlontar. Kemana arah pertanyaan tersebut dia tak paham. Namun dalam waktu beberapa detik saja kebingungannya segera terjawab dengan tindakan sang guru yang lebih mengagetkannya. Mbah Darmo mengambil korek api dan membakar habis uang yang ada di hadapan Siswo.

“uang bukan segalanya,,,uang telah memperbudakmu,,,uang juga bukan yang bisa membuatmu hidup selama ini,,,namun hanyalah Allah SWT semata,,,uang itulah yang selama ini telah menjadi hijab menahanmu menyatu dengan Pengeranmu,,,sekarang pulanglah,,,jangan pernah takut fakir uang kenapa tidak lebih takut fakir hati yang rindu Pengeran,,,selama kamu masih diberi nafas, Allah menjamin rejekimu,,,pulanglah,,,Allah pasti memberikan jalan keluar kepadamu”.

Andai jeritan tangis hati Siswo terdengar niscaya rumah gurunya bergetar dan tangisnya terdengar di seluruh kampung itu demi mendengar perkataan gurunya. Kemana aku selam ini. Ilmu agamaku yang selama ini kutuntut dengan susah payah kenapa tidak mengingatkan diriku akan ke-Maha Kuasa-nya. Materi duniawi telah membutakan mata hatiku. Usaha dunia yang selama ini kubangun dengan membanting tulang penuh dengan cucuran keringat dan menghabiskan sisa usia yang bertahun-tahun jikalau Allah menghendaki dalam sekejap bisa ditarik-Nya kembali karena Allah lah yang Maha Mempunyai Segalanya,,,jerit batin Siswo.

Pada dasar keterpurukan harapan dan asa Siswo hatinya telah dipelantingkan dan melambung tinggi menyentuh keimanan dan ketauhidan kepada Yang Maha Esa. Siswo berpamitan pulang dan berlalu dari hadapan gurunya dengan membawa keyakinan yang haqul bahwa Allah selalu bersamanya. Tidak ada lagi ketakutannya akan kehilangan rumah yang di sita oleh bank. Tidak ada lagi kekawatiran akan kelaparan karena memang sudah tak ada lagi sesuatu yang bisa dimakan. Dia telah berserah,,,dan tiada hati yang nikmat selain hati yang telah berserah. Siswo bahkan menyerahkan segala urusannya kapada Yang Maha Mengatur. Apa yang akan terjadi besok dia tidak perlu lagi memikirkannya. Manusia tinggal menjalani semua telah diatur oleh-Nya.

,,,to be continued

***GUNAKANLAH PIKIRANMU UNTUK URUSAN DUNIA YANG MEMANG MEMBUTUHKANNYA NAMUN JANGANLAH HATI TERTAMBAT PADA MATERI DUNIAWI, NIKMATI HIDUP JANGAN HIDUP UNTUK MENGEJAR KENIKMATAN, MENGHITUNG JUMLAH HARTA DAN KEKAYAAN DARI USAHA KARENA HARI INI TAK ADA SEORANGPUN TAHU KALAU BESUK KITA MASIH DIBERI UMUR,,,BERSERAHLAH,,,ALLAH AKAN MENGANGKAT HATI YANG BERSERAH***,,,hanya sekedar untuk mengingatkan diri.

KS260612

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun