Mohon tunggu...
Kencis Sagi
Kencis Sagi Mohon Tunggu... lainnya -

pribadi yang masih sangat perlu semangat dan belajar terutama dalam menulis

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pesagi, Kayen, Pati

20 April 2012   01:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:24 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku keluar dan duduk di cangkruk depan warung Mbah Sarijo setelah menyelesaikan sarapan pagiku hari ini. Menatap di hamparan tanaman padi penduduk desaku. Desa Pesagi Kecamatan Kayen Kabupaten Pati Jawa Tengah. Sepanjang mata memandang hamparan padi yang menghijau dan mulai berbuah menambah sejuknya pandangan mata di alam desaku. Jauh di depanku membentang cakrawala membentuk garis lurus yang memisah bumi dan angkasa. Kabut membalut sepanjang garis cakrawala. Bergulung tipis menyamarkan garisnya. Embun pagi segar seakan melukiskan geliat semangat tanaman padi pada dedaunannya. Menghiasi indahnya pagi ini.

Satu dua orang mulai beranjak ke masing-masing sawahnya. Padi mulai berbuah dan hama burung mulai terpikat dengan nikmatnya buah muda padi. Segerombolan burung pipit terbang ke sana dan kemari berputar menghindari usiran para petani. Segerombolan lain datang mencicit berputar dan berkeliling mencuri-curi kesempatan dan hinggap di ujung padi manakala pak dan bu tani penunggu padi sedang terlena dan tidak memperhatikannya.

Panen raya hampir tiba. Pastinya petani-petani sangat senang menyongsongnya. Sebentar lagi buah akan dipetik dan hasil bisa dinikmati. Keperluan dan kebutuhan sehari-hari bisa terpenuhi. Keinginan-keinginan yang tertahan pada hari-hari kemarin bisa terbeli. Rencana hari-hari ke depan dapat dimulai. Meski harus tetap berhemat tidak seenaknya dan berhati-hati.

Namun ada rasa beda dalam menyongsong panen raya sekarang ini. Tidak sebagaimana dulu. Saat menjelang panen benar-benar merupakan momen besar yang dialami para petani. Persiapan-persiapan sebagai bentuk syukur atas nikmat rezeki sebelum memetik buah padi disiapkan. Masakan dengan menu istimewa tidak seperti hari biasa dihidangkan. Para tetangga terutama yang kurang mampu juga ikut merasakan. Sebelum dihidangkan kepada pekerja pemetik padi sebagian makanan dibagi kepada para tetangga terdekat. Meski tidak memiliki lahan sawah sendiri mereka juga bisa ikut menikmati karunia nikmat.

Padi dipetik secara bergotong royong. Tak ada kekawatiran membayar pekerja pemetik padi meski tak ada uang di kantong. Keperluan belanja hanya untuk menyiapkan hidangan makan sebelum memetik panen. Dan itu bisa pinjam dulu kepada tetangga. Sekarang beda. Tak terlihat berbagi senang bersama. Panen dilakukan dengan membayari pekerja pemetik. Tak perlu lagi melibatkan tetangga untuk membantu. Miskin kerja sama. Tak ada lagi berbagi hidangan makan. Menyiapkan makan hanya untuk pemetik lebih hemat.

Mungkin zaman telah menggerus kebersamaan. Keinginan yang serba cepat dan instan telah mengikis kegotong-royongan. Penghematan demi penghasilan yang lebih makin menjauhkan dari gambaran kerukunan. Entahlah.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun