Beruntung atau celaka, akibat dari suatu keadaan, siapa yang tahu? Punya anak gadis yang cantik, bisa menjadi keberuntungan, bisa pula menjadi sebab celaka. Celaka itu tidak enak, negatif. Lebih baik bicarakan yang enak-enak saja, seperti tentang keberuntungan.
Di kehidupan pedesaan kadang terjadi, suatu keluarga miskin dengan orang tua berparas biasa saja, memiliki anak gadis yang cantik. Lumayan cantik sehingga menjadi kembang dusun. Memang cantik sehingga menjadi kembang desa. Sangat cantik sehingga menjadi kembang kecamatan. Luar biasa cantik, wanginya akan semerbak sampai ke kadipaten hingga ke keraton kerajaan.
Bagi orangtua yang papa, telah tekun dan rajin bekerja berusaha, rejeki hanya seadanya, memiliki anak gadis yang cantik menjadi suatu keberuntungan. Keberuntungan yang bisa menjadi sebab datangnya rejeki kekayaan, naiknya derajad dan pangkat status sosial.
Memiliki anak cantik seketika langsung beruntung. Kebahagiaan seketika dirasakan orang tua. Anak beranjak perawan, anak pak juragan, anak pak Carik, anak pak Lurah, anak pak Camat ikut-ikutan merasa bahagia dan ikut-ikutan menggapai peruntungan untuk menyunting si gadis.
Bahkan sering pula terjadi, para anak rebutan bersaing pula dengan para bapaknya yang juragan, Carik, Lurah maupun Camat. Dan mereka semua menjadi tidak beruntung ketika semerbak wangi si gadis telah terendus penghuni keraton. Sluman slumun Kanjeng Sinuhun akan berkunjung incognito memetik sang bunga desa.
Ketika si gadis disunting menjadi mantu Pak Lurah, maka keluarga miskin harta, derajad pangkat ini terangkat mengikuti anak gadisnya. Bagi orang desa yang miskin lagi tidak berpendidikan, lumrah bila yang didamba adalah kemuliaan hidup berupa kekayaan harta benda, dan penghormatan dari para tetangga.
Meski ada pula orang tua yang tidak mengharapkan dan memanfaatkan anak gadisnya yang cantik. Tapi tetap saja sebagai orang tua sangat menginginkan kebaikan, kemulyaan dan kebahagiaan bagi anak gadisnya. Dan ketika semua keinginan itu di luar kekuatan tangannya, betapa sedih dirasakan orang tua.
Seorang bapak tentu akan selalu kepikiran, telah dititipi Tuhan seorang anak yang begitu cantik, layaknya putri para ningrat, sedangkan dia yang tak berpunya tidak dapat menyediakan bagi anaknya yang selayaknya. Maka saat anaknya akhirnya disunting oleh anak Pak Lurah atau orang berpangkat lainnya, rasa bahagia atas keberuntungan yang besar adalah yang utama. Sedangkan kemulyaan, harta benda dan lainnya itu hanya rentetan yang mengikuti.
Petani miskin di desa adalah contoh gambaran orang biasa, rakyat jelata, dijajarkan kepada sisi lain orang tidak biasa seperti para ningrat, orang kaya dan para pejabat berpangkat. Gambaran rakyat biasa yang lain, misal yang tinggal di perkotaan adalah orang biasa yang hanya buruh, karyawan biasa, pegawai rendahan, atau misalnya hanya seorang bakul penjual pecel lele.
Ketika orang biasa yang misalnya hanya seorang penjual makanan pecel lele atau ayam goreng, dan memiliki seorang anak gadis cantik, lalu anaknya disunting oleh anak pejabat berpangkat, bukan Lurah, bukan Camat, bukan Bupati Walikota, bukan Gubernur. Tapi disunting oleh anak Presiden! Presiden yang sedang menjabat. Ini sungguh suatu keberuntungan yang luar biasa.
Penjual ayam goreng yang rumah tinggalnya saja masih mengontrak di suatu kota 'kecil', anaknya disunting oleh anak Presiden!. Ahh.. yang bohong... Seperti cerita Cinderella saja. Sedangkan Cinderella saja hanya ada di cerita.