Mohon tunggu...
Ken Dedes
Ken Dedes Mohon Tunggu... -

Titisan Ken Dedes

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Puisi Poligami: Cukup 4 Batang Saja (Mengenang Wadehel)

12 Juli 2011   16:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:43 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_119356" align="alignleft" width="218" caption="poligami, don"][/caption] Kompasianers, di tahun-tahun lalu sebelum Kompasiana ataupun jurnalisme warga seramai saat ini. Di Indonesia ada beberapa blog yang sangat terkenal dan menjadi seleb di tengah-tengah blog-blog personal lainnya, salah satunya adalah blog Wadehel ini. Wadehel telah dimatikan oleh pemiliknya di tahun 2007 namun sampai saat ini masih banyak penggemarnya yang sering mengunjungi tulisan-tulisan penulis antik dan kontroversial ini karena meskipun ia tidak menulis lagi, karya-karyanya dan komentar-komentar pro dan kontra masih bisa kita nikmati sampai saat ini. Salah satu tulisannya yang menarik Ken Dedes untuk mempostingkannya kembali di Kompasiana adalah tentang puisi Poligami ini, karena beberapa saat lalu rupanya isu ini kembali menghangat di Kompasiana dengan berbagai pro dan kontranya...hahahaa...terus terang Ken Dedes senyum-senyum sendiri membaca puisi ini, yang penuh dengan satir...inilah 'legacy' sang 'legendaris- annonymous Wadehel', tidak banyak yang tahu siapa dia masih misteri sampai ia mematikan blog terkenalnya itu.... Untuk para pecinta poligami, silahkan nikmati yaaah....

Cukup 4 Batang Saja

Tersebutlah sebuah dusun fiksi penduduknya menghisap ratusan rokok dalam sehari tak peduli kesehatan tubuh sendiri persetan dengan kesehatan anak dan istri

Tuhan yang terusik memutuskan untuk intervensi dia kirimkan agen nabi untuk memperbaiki akhirnya turun ayat untuk membatasi “4 batang sajalah dalam sehari”

Peringatan sang nabi terdengar ahlak umat berhasil diperbaiki sebelumnya merusak diri dengan tak manusiawi sekarang hanya 4 batang saja dalam sehari

Sekian ribu bulan kemudian pengetahuan manusia sudah berkembang berbagai penelitian akhirnya membuktikan ternyata rokok tak baik untuk kesehatan

Tapiiii….

Anjuran sang nabi masih tetap lestari demi surga yang penuh bidadari demi 70.000 vagina basah yang selalu perawan 4 batang dijadikan teladan

-guh (ini mungkin nama Wadehel yg sesungguhnya...)

Tafsir versi Wadehel untuk puisinya itu:

Dalam puisi itu, kenapa sang nabi tidak langsung menganjurkan untuk berhenti? Karena umat yang sudah mencandu akan kaget, untuk berhenti perlu proses detox yang tidak sebentar. Meneriakkan penghentian akan memicu penolakkan yang hebat. Akan terjadi gegar budaya dan kekacauan hebat. Dan kalaupun anjuran diterima, memaksakan penghentian secara tiba-tiba bisa membuat konsentrasi umat turun, produktivitas akan anjlok, dan karena proses detoksifikasi tidak sebentar, ekonomi umat bisa ikut berantakan. Makanya itu beliau pelan-pelan, sementara tetap dibolehkan, tapi membatasi 4 saja. Sayangnya, sekian ratus tahun kemudian, umat sang nabi termasuk para ulama yang ngakunya pewaris ajaran, bukan mencontoh dan mengajarkan semangat perbaikannya. Bukan semangat menjauhi rokoknya “menghargai kesehatan” yang diteladani, tapi malah terpaku pada 4 batangnya itu. Kalau ada yang mengkritisi atau mengingatkan, pembenarannya selalu “Jangan mempertanyakan aturan Tuhan! Sok Tahu Kamu! Jangan melecehkan ajaran agama!” Dan akhirnya ayat yang tadinya turun untuk menjauhkan rokok membuat manusia lebih menghargai kesehatan, sekarang malah jadi alat pembenaran untuk merokok melecehkan dan merusak kesehatan. Benar-benar ayat yang sial. ___________________________________________________________________________ Nah, bagaimana menurut para Kompasianers tentang puisi dan tafsir puisi itu? Silahkan komen2 disini hehehehe.... Oh ya jika tertarik mengunjungi situsnya Wadehel yang fenomenal itu, silahkan klik disini. Salam antipoligami ;)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun