Mohon tunggu...
Ken Yuanti
Ken Yuanti Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa disalah satu Universitas swasta di Tegal, saya senang menulis segala ide tulisan yang ada dalam pikiran saya. Saya harap, apa yang di tuangkan melalui tulisan dapat bermanfaat untuk orang lain juga.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Kebebasan Berekspresi dalam Budaya Digital

30 Juni 2024   19:45 Diperbarui: 30 Juni 2024   19:50 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Kebebasan berekspresi adalah salah satu nilai fundamental dalam dunia modern yang semakin tercermin dalam budaya digital saat ini. Dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, individu memiliki platform yang luas untuk menyuarakan pendapat, berbagi ide, dan mengungkapkan kreativitas mereka secara global. Namun, di balik potensi positifnya, kebebasan berekspresi dalam budaya digital juga menghadapi tantangan signifikan yang meliputi masalah privasi, disinformasi, dan regulasi konten. Platform-platform digital seperti media sosial, blog, forum diskusi, dan situs web personal telah mengubah cara individu berinteraksi dan menyampaikan pesan mereka. Kebebasan berekspresi memungkinkan mereka untuk mempublikasikan pemikiran, puisi, seni, dan pendapat politik tanpa batasan fisik atau geografis. Namun, kebebasan ini sering kali menimbulkan pertanyaan tentang batas-batas moral dan etika. Ketika individu memiliki kebebasan tanpa pengawasan yang ketat, muncul risiko penyebaran disinformasi, kebencian, atau bahkan penggunaan platform tersebut untuk tujuan kriminal. Salah satu tantangan utama dalam kebebasan berekspresi di dunia digital adalah masalah privasi. Data pribadi sering kali menjadi target untuk pemantauan yang tidak sah atau penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Penggunaan informasi pribadi untuk profilisasi atau penargetan iklan dapat mereduksi rasa aman individu dalam berbagi ide atau pandangan mereka secara terbuka. Regulasi yang lemah atau tidak memadai terhadap privasi dan keamanan data juga dapat menambah risiko ini. Penggunaan yang tidak tepat atas informasi pribadi dapat meredam kebebasan berekspresi dengan membatasi pengguna dalam berbagi secara terbuka tanpa takut akan konsekuensi yang tidak diinginkan. Disinformasi dan kebencian adalah tantangan serius lainnya yang dihadapi dalam budaya digital. Kemudahan dalam menyebarkan informasi di internet memungkinkan penyebaran teori konspirasi, berita palsu, atau retorika kebencian dengan cepat dan luas. Ini dapat mengancam stabilitas sosial, merusak dialog yang sehat, dan bahkan mempengaruhi keputusan politik dan sosial. Di Indonesia sendiri Komnas HAM mencatat sepanjang tahun 2020-2021 terdapat 44 kasus terkait kebebasan berpendapat dan berekspresi. Angka tersebut berasal dari 29 kasus pengaduan masyarakat dan 15 kasus dari media monitoring yang dilakukan oleh Tim Pemantauan Situasi Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat. Dunia telah berubah hingga semua orang mudah berkomunikasi hanya dengan sentuhan jari. Seperti media sosial yang sering digunakan oleh orang, yang terus meningkat dalam penggunaannya. Perubahan itu menimbulkan efek, yang diantaranya adalah timbulnya perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan itu terjadi baik secara sadar maupun akibat tidak mengetahui hukum yang berlaku. Indonesia adalah negara hukum yang mengatur hak asasi penyampaian pendapat dari setiap orang. Namun, jika ucapan tersebut mengandung ujaran kebencian maka berubah menjadi masalah hukum. Untuk mengatasi masalah ini, beberapa platform digital telah mengimplementasikan kebijakan untuk membatasi konten yang merugikan atau menyalahgunakan platform mereka. Namun, ini sering kali memicu debat tentang batasan-batasan kebebasan berekspresi dan siapa yang seharusnya bertanggung jawab dalam menilai konten yang layak dipublikasikan. Pertanyaan tentang regulasi konten dalam budaya digital juga menjadi subjek perdebatan yang intens. Beberapa negara telah menerapkan undang-undang untuk mengatur perilaku online, termasuk penyebaran kebencian atau penipuan. Ujaran kebencian sebelum diberlakukan UU ITE telah diatur dalam KUHP serta diatur dalam UU Nomor 8 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Dalam UU ITE, ujaran kebencian diatur dalam Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45 ayat (2). Namun, pendekatan ini sering kali menimbulkan kekhawatiran akan penggunaan kekuasaan yang berlebihan dan potensi untuk menekan kebebasan berekspresi. Sementara itu, kurangnya regulasi dapat menciptakan lingkungan di mana penyalahgunaan platform digital tidak terkendali, mengorbankan kebebasan berekspresi untuk kepentingan komersial atau politik. Mengatasi tantangan ini membutuhkan pendekatan yang seimbang antara kebebasan berekspresi yang luas dan perlindungan terhadap individu dan masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan tentang literasi digital dan kritis sangat penting untuk membantu individu memahami bagaimana cara menggunakan platform digital dengan bijak dan bertanggung jawab. Berekspresi yang bertanggung jawab adalah kemampuan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan ide secara jujur dan sopan, tanpa menyakiti perasaan orang lain atau merugikan orang lain secara tidak semestinya. Ini melibatkan kesadaran akan dampak dari kata-kata dan tindakan kita terhadap orang lain dan lingkungan sekitar. Dalam berkomunikasi, penting untuk memperhatikan konteks dan situasi. Misalnya, dalam diskusi atau debat, berbicara dengan argumentasi yang kuat dan fakta yang relevan adalah bentuk ekspresi yang bertanggung jawab, karena hal ini mendorong diskusi yang bermakna dan membangun. Menghindari pengecaman atau penghinaan terhadap orang lain juga merupakan bagian dari bertanggung jawab dalam berbicara. Selain itu, ekspresi yang bertanggung jawab juga melibatkan kesediaan untuk mendengarkan pendapat orang lain dan menghargai keragaman pandangan. Ini menciptakan lingkungan di mana ide-ide dapat bertumbuh dan berkembang tanpa takut akan dicemooh atau diabaikan. Sebagai individu, kita memiliki tanggung jawab untuk menggunakan kebebasan berekspresi dengan bijaksana, menghormati hak-hak orang lain untuk memiliki pandangan dan keyakinan yang berbeda. Dengan demikian, ekspresi yang bertanggung jawab adalah tentang menciptakan saling pengertian dan harmoni dalam interaksi kita dengan orang lain. Selain itu, kerja sama antara pemerintah, platform digital, dan masyarakat sipil dapat membantu mengembangkan regulasi yang sesuai dan berkelanjutan. Regulasi yang baik harus menghormati kebebasan berekspresi sambil melindungi privasi individu dan mencegah penyalahgunaan informasi. Kebebasan berekspresi dalam budaya digital menawarkan peluang yang luar biasa untuk individu dalam menyuarakan pendapat mereka secara global. Namun, ini juga menghadapi tantangan serius seperti privasi, disinformasi, dan regulasi yang memadai. Dengan pendekatan yang tepat, kita dapat memastikan bahwa kebebasan berekspresi terjaga sambil menjaga keamanan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan di era digital ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Jalan Braga Bandung, Ketika Bebas Kendaraan!

7 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun