[caption id="attachment_94838" align="alignleft" width="400" caption="Hiroshima setelah bom nuklir ( foto NN )"][/caption] Perestroika yang diperkenalkan oleh pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev menjadikan negara ini runtuh namun menjelma menjadi beberapa negara yang lebih demokratis. Seperti yang dikenal di Indonesia, reformasi dapat dikatakan sebagai awal pemerintahan demokratis setelah Indonesia dibawah kekuasaan Jendral Suharto selama 32 tahun. Jepangpun mengalami hal yang sama pada pertengahan abad 18 dengan apa yang dikenal sebagai restorasi meiji yaitu sebuah gerakan mengembalikan kekuasaan dari tangan militer ( Shogun /jendral) kepada kaisar yang menyebabkan perubahan pada struktur politik dan sosial Jepang . Kekaisaran Jepang tumbuh menjadi negara dengan kekuatan militer yang kuat, berhasil menguasai daratan Tiongkok dan semenanjung Korea dan Asia Timur termasuk Indonesia. Melibatkan diri dalam Perang Dunia Kedua yang ditandai dengan penyerbuan pangkalan angkatan laut Amerika Serikat Pearl Harbour. Kekejaman bala tentara Kekaisaran Jepang yang dirasakan oleh bangsa Indonesia berakhir setelah Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat kepada tentara sekutu yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Setelah enam bulan pengeboman 67 kota di Jepang lainnya, senjata nuklir "Little Boy" dijatuhkan di kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945, diikuti dengan pada tanggal 9 Agustus 1945, dijatuhkan bom nuklir "Fat Man" di atas Nagasaki atas perintah Presiden Amerika Serikat Harry S Truman. Bom atom ini membunuh sebanyak 140.000 orang di Hiroshima dan 80.000 di Nagasaki pada akhir tahun 1945. Sejak itu, ribuan telah tewas akibat luka atau sakit yang berhubungan dengan radiasi yang dikeluarkan oleh bom nuklir itu. [caption id="" align="alignright" width="259" caption="ledakan reaktor nuklir"]
[/caption] Setelah kekalahan dalam PD II itu, dengan kekuatan militer yang bersifat defensive, bangsa Jepang berhasil membangun negaranya menjadi negara raksasa ekonomi dan industri. Kemajuan ekonomi dan Industri negara ini membutuhkan sumber energi yang sangat besar yang salah satunya memanfaatkan energi nuklir. Dampak gempa yang mencapai 9.0 SR selain mengakibatkan korban tewas dan kerusakan akibat gelombang tsunami, juga rusaknya instalasi pembengkit listrik tenaga nuklir Fukushima. Meledaknya reaktor nuklir tersebut, pemerintah Jepang harus melakukan evakuasi lebih dari 140.000 jiwa penduduknya dalam jarak aman. Nuklir sangat berbahaya bagi manusia apalagi bila terpapar langsung radiasinya. Seperti yang pernah terjadi di di Chernobyl, Ukraina (26 April 1986). Beberapa efek kesehatan yang dialami oleh korban radiasi nuklir tersebut, antara lain terkena kanker. Dan untuk yang langsung terpapar radiasi mengalami sindrom akut radiasi (ARS), mereka meninggal dalam waktu beberapa minggu setelah ledakan. Selain terkena ARS, korban juga ada yang meninggal karena kanker thyroid setelah menghirup udara yang terpapar radioaktif. Selain itu, korban radiasi nuklir juga ada yang mengidap penyakit leukimia, gangguan metabolisme, dan katarak. Sejumlah orang juga mengaku mengalami masalah kesuburan dan masalah kehamilan, tetapi belum dapat dipastikan apakah masalah itu merupakan efek radiasi. Ibu Kota Jepang, Tokyo, biasanya diwarnai dengan pekerja yang memiliki aktifitas tinggi. Namun pemandangan itu tiba-tiba saja berubah. Kini, Tokyo tak ubahnya seperti kota hantu. Sekolah tampak tutup, sementara para pekerja diperbolehkan untuk tinggal di rumah. Di saat pemerintah berusaha keras untuk mengatasi keadaan pascabencana, sebagian wilayah Tokyo seperti kota mati. Apalagi pada wilayah yang jaraknya mencapai 240 kilometer dengan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima. Banyak dari warga yang menumpuk persedian makanan dan tinggal di dalam rumah untuk melindungi diri mereka. Predikat kota dengan populasi paling padat di dunia ini, seperti tidak memiliki kehidupan sama sekali. [caption id="attachment_94843" align="alignleft" width="470" caption="Akibat Tsunami ( Foto AP )"]
[/caption] Bangsa Jepang telah mengalami masa paling mengerikan akibat dijatuhkannya bom atom dimasa PD II, kini jepang dihadapkan lagi pada ancaman yang sama akibat gempa dan tsunami. Dalam keadaan seperti itu, Jepang kini dihujani travel warning, himbauan dari negara bangsa lain agar tidak berkunjung ke Jepang. Situasi negara yang porak poranda yang mungkin tak berbeda jauh dari situasi yang diakibatkan oleh ledakan bom nuklir, walaupun korban manusia tidak sebanyak korban bom nuklir PD II, ancaman radiasi nuklir bukanlah hal yang dianggap ringan. Ketakutan akan cemaran awan radioaktif terus meningkat. Sejumlah negara disebutkan sudah mengungsikan pekerjanya dari kawasan Tokyo ke kawasan selatan yang dipandang aman. Tidak terpengaruh krisis atom di PLTN Fukushima, ribuan serdadu dan petugas pertolongan terus melanjutkan tugasnya mengevakuasi dan membersihkan kawasan bencana yang hancur akibat gempa bumi dan tsunami. Televisi Jepang NHK melaporkan, jumlah korban tewas diperkirakan melebihi 11.000 orang. Sekitar 440.000 korban yang selamat, yang kini berada di 2400 tempat penampungan darurat, melaporkan situasi pemasokan bantuan amat buruk. Akibat krisis energi, lebih dari 850.000 rumah di kawasan timur laut Jepang masih terputus aliran listriknya. Sebuah pelajaran yang sangat berharga dari apa yang dialami bangsa Jepang saat ini, adalah sebuah pilihan untuk menjauhi bencana merupakan naluri yang dimiliki oleh setiap manusia. Artinya, pertolongan mengatasi bencana akan terpulang pada bangsa jepang itu sendiri. Indonesia yang sering mengalami bencana alam, bersamaan waktunya juga terjadi banjir bandang di Aceh Pidie walaupun beritanya tertutup oleh berita tsunami jepang. Pemerintah memang telah berbuat nyata untuk membawa pulang WNI dari jepang, juga membawa pulang TKI yang terlantar di Arab Saudi. Namun kita harus pula mengacungkan jempol kepada masyarakat aceh yang terkena bencana yang harus berjalan kaki puluhan kilometer untuk memanggul bahan makanan untuk membantu masyarakat yang terkena bencana. Airlines dari berbagai maskapai berburu dengan waktu mengangkut warga asing yang ingin segera meninggalkan Jepang. Sebagian warga asing itu mencemaskan dampak krisis nuklir yang makin tak terkendali, melebihi kekhawatiran akan gempa susulan atau dampak tsunami. Termasuk pemerintah Indonesia yang telah melakukan evakuasi WNI, namun alangkah bijaknya jika pemerintah tidak bertindak pada pilihan yang memberita demi kepentingan politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Politik Selengkapnya