Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Terbang Bersama 999 Orang, Korupsinya Juga Makin Besar.

28 Mei 2011   19:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:06 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika anda pernah menaiki pesawat  Airbus, dengan kapasitas penumpang antara  300 sampai dengan 400 penumpang saja sudah terasa  cukup sesak ketika anda hendak turun dari pesawat itu.  Lalu bagaimana jika anda menggunakan pesawat produksi negara2 eropa ini  yang mampu mengangkut 1000 penumpang ?. Yang pasti akan memakan waktu lebih lama mengantri  untuk menuruni tangga pesawat. Pernahkah Anda membayangkan naik pesawat yang bisa mengangkut hingga seribu orang?  Menurut laporan yang dirilis Australian Business Traveller seperti dilansir News.com.au, Airbus saat ini tengah menyiapkan versi yang lebih besar dari pesawat penumpang terbesar di dunia saat ini, A380. Saat ini kebanyakan maskapai penerbangan di dunia masih menggunakan versi pesawat yang bisa mengangkut antara 400 hingga 500 penumpang. Kapasitas pesawat Airbus A380 generasi mendatang bakal jauh lebih besar. Maskapai Prancis, Air Austral misalnya, telah memesan sepasang pesawat A380 dengan 840 kursi ekonomi, yang menurut rencana akan mengudara pada tahun 2014 mendatang.  Namun maskapai Lufthansa dan Air France tertarik untuk bisa mengangkut lebih banyak penumpang dalam satu pesawat. Kedua maskapai besar itu tengah menanti versi A380 yang lebih besar, yang dinamakan A380-1000 yang bisa mengangkut hingga 1000 orang.

Jika maskapai penerbangan  Airfrance dan  Lufthansa tertarik membeli pesawat super jumbo diatas,  maskapai penerbangan nasional kita tertarik membeli 15  pesawat buatan China MA 60 berkpasitas penumpang 50 orang untuk melayani rute dalam negeri   melalui concessional loan sebesar 225 juta dolar AS dalam jangka waktu 15 tahun, grace period 3 tahun dan bunga maksimal 3 persen per tahun. Sayangnya, salah satu dari pesawat tersebut yang kabarnya baru operasional 600 jam terbang telah jatuh di Kaimana, Papua baru2 ini yang menewaskan seluruh penumpangnya. Justru disini menimbulkan pertanyaan, mengapa MNA sebagai badan usaha milik pemerintah tidak melirik Industri dalam negeri padahal industri nasional mampu mengadakan pesawat sekelasnya CN 235 produksi PT Dirgantara  ?  Untuk jenis pesawat yang berkapasitas sama dengan MA 60, proyek IPTN berupa pesawat CN-250 yang berkapasitas 50 kursi untuk mengisi kebutuhan maskapai dalam negeri sebetulnya sudah selesai dan telah dilakukan uji coba namun tidak dilanjutkan dengan produksi komersial.  Dengan alasan itu, MNA kemudian berpaling dengan membeli pesawat MA-60 buatan Tiongkok itu. Namun apakah itu merupakan alasan pembenaran pembelian pesawat MA 60 atau bukan, faktanya  pesawat MA 60 yang jatuh di Kaimana tersebut  hanya membawa 27 penumpang yang artinya masih dibawah kapasitas CN 235 yang berkapasitas 35 penumpang.

Terlepas dari minat penggunaan produksi dalam negeri untuk mengangkat industri dalam negeri, persoalan utama yang dihadapi industri dalam negeri untuk sektor transportasi udara agaknya sama permasalahannya dengan transportasi laut yaitu pada permasalahan pembiayaan pembelian. Tak berbeda dengan  industri lainnya, pada umumnya industrialis menggandeng perbankan dalam pembiayaan untuk konsumen seperti untuk pembelian pesawat MA 60 itu.  Dalam sektor pengadaan armada laut misalnya, perbankan masih enggan membackup pembiayaan pengadaan armada laut dari galangan kapal dalam negeri sehingga industri ini kalah bersaing dengan industri negara lain yang dibackup penuh oleh pemerintahannya.  Namun, kemudahan yang diberikan oleh negara produsen barang modal seperti itu banyak disalah gunakan oleh pembeli dalam negeri yang mendapat fasilitas pinjaman seperti untuk pengadaan pesawat MA 60 itu dengan melakukan mark up harga.

Sementara itu Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengumpulkan data-data dan informasi untuk mencari fakta adanya dugaan korupsi dalam proses pengadaan pesawat tipe MA 60 milik Merpati Nusantara Airline tersebut. Proses penyelidikan yang dilakukan Kejagung masih berlanjut dan difokuskan pada penelaahan data untuk mencari unsur korupsi di dalamnya. Pengumpulan data dan informasi juga dilakukan dengan meminta keterangan sejumlah pihak yang terkait dengan proses pengadaan pesawat MA 60 ini. Sebelumnya penyelidik Kejagung telah meminta keterangan dari Direktur Utama Merpati Sardjono Jhonny Tjitrokusumo terkait hal ini. Untuk selanjutnya, Darmono menyatakan, pihaknya masih akan memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan. Namun, siapa saja pihak yang akan dipanggil tergantung dari penyelidik Pidsus Kejagung yang tengah mengusut kasus ini.

Yang menjadi pertanyaan kita, berbagai kasus dugaan korupsi baru ditangani setelah terjadinya polemik, apakah upaya kejagung tersebut hanya untuk pencitraan semata ?. Sebab, banyak kasus serupa yang terjadi dimasa lalu, terutama menyangkut penyelesaian kasus BLBI yang hingga saat ini tidak jelas penyelesaiaannya dan tentu saja menjadi tanggungan APBN karena dalam pinjaman seperti itu pemerintah bertindak sebagai penjamin. Mungkin, kita akan mendapat jawaban mengapa MNA lebih memilih membeli pesawat dari China ketimbang produksi PT DI setelah Kejagung melakukan penyelidikan atau mungkin kita hanya disuguhi hasil yang menggambarkan kelemahan pemberantasan korupsi.  Jika melihat penjelasan berbagai sumber yang menyatakan sesungguhnya harga produksi pesawat PT DI lebih murah, mengapa harus membeli pesawat dari China yang lebih mahal ?. Kemungkinan terjadi mark up harga akan lebih mudah mengingat pembiayaan pembelian tersebut dilakukan melalui pinjaman yang diupayakan pemerintah China sebagai negara produsen.  Memang sulit dibuktikan adanya korupsi sebab terjadinya mark up harga  terjadi berkat kerja sama antara produsen dan pembeli dimana pembeli akan menerima kelebihan dana melalui produsen setelah mendapat pembayaran dari perbankan.

Berkhayal negeri ini akan membeli  pesawat dengan kapasitas 1000 penumpang yang tentunya dengan harga yang jauh lebih mahal namun sayangnya makin mahal  menjadi acuan akan menjadi perhitungan berapa besar yang dapat masuk kantong pribadi. Bukan hanya untuk pembelian  pesawat, pimpinan DPR diberitakan dapat  mengatur atur anggaran setelah salah satu anggota DPR buka suara. Benarkah ?.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun