Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Gaya Ken Arok

8 September 2010   09:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:21 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menurut naskah parathon Ken Arok dilukiskan sebagai putera Dewa Brahma hasil hubungan gelap  dengan seorang wanita desa yang bernama Ken ENdok.  Karena merasa malu memiliki anak tak berayah, bayi Ken Arok dibuang di sebuah pemakaman, hingga kemudian ditemukan dan diasuh oleh seorang pencuri bernama Lembong.  Ken Arok tumbuh dewasa menjadi bajingan, sehingga  akhirnya  Lembong pun mengusirnya. Ia kemudian diasuh oleh Bango Samparan, seorang penjudi  kelas berat  yang menganggapnya sebagai pembawa keberuntungan. Ken Arok tidak betah hidup menjadi anak angkat Genukbuntu, istri tua Bango Samparan. Ia kemudian bersahabat dengan Tita, anak kepala desa Siganggeng. Keduanya pun menjadi pasangan perampok ulung yang ditakuti di seluruh kawasan kerajaan Kediri.  Seiring perjalanan waktu  akhirnya, Ken Arok bertemu seorang pendeta brahmana yang bernama Lohgawe, yang sengaja datang ke tanah jawa untuk mencari titisan wisnu, darii ciri-ciri yang ditemukan pada diri Ken Arok, Lohgawe yakin kalau Ken Arok adalah orang yang dicarinya.

Lohgawe inilah yang membalik jalan hidup Ken Arok kepada jalan yang benar, namun jalan yang benar itu adalah pandangan masyarakat, bukan jalan yang benar mengikuti norma. Sebab sampainya dia mencapai tampuk kekuasaan adalah menghalalkan segala cara sebagaimana Ken Arok membunuh Tunggul Ametung yang merebut kekuasaan serta istrinya. Hasil karya sastra abad 12 ini, jika kita lihat kehidupan politik saat ini agaknya masih masih kontekstual, kekuasaan diraih dengan menghalalkan segala cara. Hukum untuk Ken Arok tidak berlaku karena dia yang berkuasa, demikian juga hukum di negeri ini yang lebih ditujukan kepada rakyat kecil sebagai show of force agar rakyat patuh. Sedangkan hukum berlaku bagi penguasa seperti tebang pilih yang lebih terkesan sebagai cara menyingkirkan lawan politik. Siapapun tidak ada yang berharap untuk dihukum dan itulah merupakan dasar dari system yang diberlakukan saat ini sehingga para penguasa terlepas dari sanksi. System yang seperti itu sangat mungkin dibuat sedemikian rupa untuk mengamankan mereka karena merekalah yang mebuat system itu.  Dari rancangan undang2 sudah terjadi permaianan uang, ini suatu hal yang luar biasa anehnya jika tujuan undang2 itu untuk mengatur negara, permainan uang itu karena undang2 itu sesungguhnya untuk melindungi kepentingan penguasa.  Sering undang2 menjadi kontroversi adalah sebagai gambaran bagaimana penguasa berusaha melakukan perlindungan terhadap kekuasaan untuk hal apapun.

Sudah terlanjur tercebur dalam situasi seperti ini sehingga pada akhirnya menimbulkan sebuah persengkongkolan. Persengkongkolan elit politik secara besar2an yang pada akhirnya akan menjerumuskan seluruh bangsa ini. Persengkongkolan itu makin terlihat secara gamblang ketika DPR menyetujui pembangunan Gedung DPR itu. Ditambah lagi terbongkarnya kasus suap yang dibela oleh partai sebagai imbas dari perselisihan politik. Kasus suap yang menerpa kader2 partai itu juga sekaligus membuka kedok bahwa ada pro dan oposisi adalah hanya untuk mengelabui rakyat sebab faktanya semua melakukan permainan yang sama.

Yang paling mengkhawatirkan adalah kebiasaan menutup anggaran dengan pinjaman luar negeri. Debt service ratio  ( DSR ) sebagai dasar penilaian kelayakan pinjaman dengan parameter Produk Domestik Bruto (PDB) memang merupakan standart perhitungan agar internasional memiliki pegangan penilaian.  Dengan perhitungan inilah yang menggambarkan negeri ini masih sangat layak mendapat pinjaman tetapi variance yang akan mempengaruhi perhitungan tersebut tidak pernah dilihat. Setiap negara masing2 mempunyai karacteristik sumber keuangan negara, begitu juga dengan indonesia. Feasibility study yang selama ini dilakukan terkait dengan pinjaman sesungguhnya hanyalah untuk memenuhi syarat formal pinjaman, bukan untuk menilai kemampuan keuangan negara ini yang sesungguhnya.  Sebab, pinjaman itu sesungguhnya sudah disetujui melalui kesepakatan pinjaman bilateral maupun multirateral. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia tahun 1998, jika kita lihat lebih mendalam bukan semata2 karena pengaruh krisis global tetapi lebih disebabkan karena tidak ada keseimbangan lalulintas moneter. Ketika arus masuk lebih besar, rupiah menguat dan pemerintah waktu itu melakukan devaluasi yang artinya sama saja menggelembungkan hutang. Sebaliknya ketika arus keluar lebih besar maka terjadi tekanan rupiah, dalam situasi tertekan jika BI tidak mampu melakukan penstabilan maka akan terjadi kepanikan didalam masyarakat. Kepanikan masyarakat inilah yang sesungguhnya memicu terdepresiasinya rupiah, artinya pemerintah pada waktu itu tidak mampu menjaga ketentraman masyarakat.

Lebih sepuluh tahun krisis itu berlalu yang secara otomatis semua sudah terevaluasi sehingga berangsur2 fluktuasi moneter dapat dikendalikan, namun ketika rupiah menguat akan menimbulkan masalah lain yang tidak kalah peliknya yang mempengaruhi daya beli masyarakat. Industri yang masih terseok2 itu makin berat karena terjadi hambatan dalam pangsa export jika tidak menurunkan harga jual. Produk import akan membanjir karena produk import menjadi lebih murah. Menjadi lebih berat lagi karena sektor industri dalam negeri sebagai sumber penghasilan masyarakat mengalami penurunan hasil yang mendorong masyarakat memilih produk import. Tak mengherankan jika pejabat  tehnis negeri ini mengeluh jika terjadi penguatan rupiah. Mengeluh karena memang mengerti dan itulah sebagai ungkapan kejujuran. Tetapi sebaliknya keluhan  pejabat  non partisan tersebut banyak yang memandang sinis  yang menggambarkan banyak kritikus sesungguhnya tidak memahami apa yang dikritiknya. Seperti inilah keadaan negeri ini, masih banyak yang berpikiran waras dan jernih tetapi tertutup oleh dinamika politik yang berkembang.

Orang hukum tiba2 menjadi ahli ekonomi atau sebaliknya sehingga yang terjadi adalah atraksi debat kusir, inilah kekonyolan yang ditunjukkan oleh wakil rakyat kita. Dengan kwalitas wakil rakyat seperti itu, sulit untuk diharapkan untuk melindungi bangsa ini. Maka, tidak mengherankan jika bermunculan keputusan2 pemerintah yang pada akhirnya menggadaikan kekayaan alam  negeri ini sebagai imbalan hutang luar negeri. Hutang luar negeri itu selalu disetujui oleh wakil rakyat, terus menerus seperti itu dan terus menurus kekayaan alam negeri ini semakin habis tergadai.  Inilah gaya politik Ken Arok sebagaimana digambarkan dalam kitab pararathon karya sastra abad silam itu, masih sama dari zaman ke zaman hanya bedanya kini pembunuhan itu dilakukan terhadap karakternya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun