Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menyangkut Tanah Cengkareng, Ahok Jujur Tidak Tau?

7 Juli 2016   01:12 Diperbarui: 7 Juli 2016   11:34 913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sambil baca polemik pemberitaan, sambil nulis artikel, sambil baca-baca peraturan di internet, ternyata titik pangkal persoalan karena pedoman BPK adalah sekali tanah negara tetap negara. Sedangkan yang terjadi, ada yang mengambil celah dari UUPA yang menyebutkan gugurnya kepemilikan tanah salah satunya karena diterlantarkan. Jika melihat saat perolehan tanahnya pada tahun 1957 dan tahun 1967 menjadi indikasi tanah itu diterlantarkan dan dikuasai oleh PT. Sabar Ganda.

Sedangkan upaya pemprov DKI menggugat PT. Sabar Ganda menggunakan trik hukum yang biasa digunakan oleh para hakim nakal untuk mengatur perkara yang berbau suap. Celah hakim dalam pengaturan perkara itu adalah pada pertimbangan sebagai dasar keputusan yang dipesan. Hakim mempertimbangkan bahwa tanah yang dikuasai oleh PT. Sabar Ganda adalah milik Pemprov DKI ( bukan keputusan) sedangkan keputusan itu sendiri bertujuan untuk "mengusir" PT. Sabar Ganda. Dalam waktu bersamaan bergulirnya perkara , diterbitkan sertifikat oleh BPN atas nama Toeti Soekarno yang kemudian dibeli oleh Dinas Perumahan. Yang perlu dipertanyakan, proses penerbitkan tersebut mestinya didahului dengan mengumumkan ke publik untuk memastikan ada tidaknya sanggahan.  Padahal jika melihat kasusnya, objek yang sama diduduki oleh PT. Sabar Ganda. Apakah pada waktu pengukuran tidak ada yang keberatan ?  Masih misterius.

Dalam kasus perdata, hakim mau disuap,  pertimbangan hakim bisa dikarang, bukti dan kesaksian bisa dipalsukan dan biasanya orang malas untuk mengungkap karena akan memakan biaya yang besar dan memakan waktu yang lama. Tak salah kalau ada ungkapan bahwa berperkara jika menang menjadi arang, kalahpun menjadi abu, semua babak belur. Praktik seperti ini sudah bukan rahasia lagi dan beberapa kali KPK mencokok para penegak hukum dengan cara OTT.

Kondisi hukum seperti inilah yang antara lain dimanfaatkan oleh para mafia tanah yang bekerjasama dengan perbankan untuk menguasai jaminan bank dengan alasan kredit macet. Sebab, dalam prakteknya, pelelangan asset jaminan terutama tanah harus berdasarkan penilaian oleh pihak apraisal yang resmi sedangkan tanah harga pasarnya terus naik. Sebaliknya perbankan tidak boleh membebani bunga atau denda jika kredit itu dinyatakan macet. Dalam kondisi begini dicari jalan pintas, bank memciptakan boneka seolah sebagai pembeli dengan memalsukan dokumen bekerjasama dengan notaris rekanan dan jika nasabah protes, setting hukum akan menanti yang memanfaatkan kewenangan penyidik, jaksa, hakim mengarang cerita untuk membidik nasabah yang protes.

Kewenangan hakim dalam "mengarang" pertimbangan hukum didalam setting hukum yang tidak memutuskan kepemilikan diduga untuk mengamankan mulusnya penerbitan sertifikat. Mungkin saja PT. Sabar Ganda yang menguasai tanah mengetahui adanya petugas BPN yang melakukan pengukuran dan tidak melakukan keberatan karena mengira atas permintaan pemprov DKI. Bisa saja terjadi seperti itu dilapangan sebab pemprov DKI yang mengklaim sebagai pemilik nyata-nyata menempuh trik hukum memanfaatkan pertimbangan hakim sebagai pemiliknya, targetnya bukan keputusan kepemilikan dimana putusan bisa memerintahkan kepada BPN untuk menerbitkan sertifikat atas nama pemprov DKI, faktanya sertifikat yang diterbitkan adalah atas nama Toeti Sukarno.

Dari upaya hukum pemprov DKI dan fakta terbitnya sertifikat bukan atas namanya menjadi indikasi bahwa tanah tersebut dianggap tanah yang diterlantarkan mengacu pada UUPA. Tanah negara yang diduga sengaja disetting tidak bertuan memanfaat celah UUPA ini kemudian dibeli oleh Pemprov DKI yang akhirnya mencuat kepermukaan oleh adanya temuan BPK.

Yang menjadi pertanyaan, apakah Ahok tidak mengetahui kemungkinan terjadi setting seperti diatas sebelum memberikan disposisi pembayaran yang cukup besar nilainya ? Biro hukum apakah tidak memberikan informasi padahal sudah melakukan upaya hukum yang dimenangkanya ? Apakah asset tersebut tidak dicatat dalam daftar asset DKI ?. Seabreg pertanyaan timbul karena semua mengaku tidak tau.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun