Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham mengaku tidak khawatir dengan langkah PDI-P, Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional yang membentuk Koalisi Kekeluargaan di DKI Jakarta.Untuk menghadapi Koalisi Kekeluargaan yang terdiri dari tujuh parpol, Idrus mengatakan, unsur pendukung Ahok akan berupaya menyatu dengan rakyat. Tim pemenangan akan meyakinkan masyarakat mengenai prestasi Ahok selama memimpin DKI Jakarta.
Rakyat dalam pemilihan umum menjadi sangat penting, berbagai cara dilakukan untuk meraih suara rakyat, menjual harapan, menjual prestasi, menjual kejujuran, menjual program sampai money politics yang mengerucut menjadi sebuah pertanyaan, berapa sesungguhnya ongkos meraih kedudukan itu ? Apakah partai-partai pendukung menjadi donatur membiayai kontestan tanpa imbalan ?
Ahok berkerberatan mengambil cuti seperti daiatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, petahana, baik gubernur maupun wakil gubernur harus cuti kampanye selama sekitar tiga bulan, mulai 26 Oktober 2016 hingga 11 Februari 2017. Salah satu alasannya ialah karena ia ingin mengawasi penyusunan APBD 2017.
Selain itu menurut Ahok, kinerja Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ) juga belum optimal. Hal itu pula yang menyebabkan kegagalan lelang dan anggaran tak terserap maksimal. Ia menyebut salah satu bentuk permainannya adalah dengan menghambat pelaksanaan lelang konsolidasi. Tujuannya adalah menggagalkan realisasi program dan anggaran menjadi silpa (sisa lebih perhitungan anggaran).
Melihat pada pembiayaan untuk meraih kedudukan dan apa yang menjadi alasan Ahok menolak mengambil cuti diatas, menimbulkan sebuah pertanyaan, apakah biaya meraih kekuasaan itu tidak perlu atau tidak usah diganti karena Ahok adalah orang sangat jujur yang tidak memberi peluang korupsi. Jika demikian, Partai Golkar adalah partai yang kaya raya, siap membiayai kampanye Ahok tanpa imbalan walaupun diberitakan beberapa waktu silam partai ini kesulitan untuk membayar tagihan rekening listrik kantornya.
Apa yang terjadi dalam tubuh partai Golkar dan pernyataan Ahok sangat kontradiksi yang menjadi sebuah gambaran menjual prestasi, menjual kejujuran adalah sebuah strategi politik untuk membujuk pemilih dalam meraih kekuasaan. Menjual mimpi sekalipun sah sah saja, seperti halnya menciptakan public transport yang murah yang faktanya terjadi masalah dalam pengadaan bus  dan proyek monorel tetap mangkrak dan masyarakat Jakarta tetap akrab dengan kemacetan.
Jika kita tengok system penganggaran, korupsi yang terjadi selama ini ditindak boleh dikatakan sedang bernasib naas saja sebab, anggaran pemerintah bukan rahasia lagi sudah dimark - up  nilainya, kelebihan anggaran itulah yang diperebutkan dengan memanfaatkan apa yang disebut pesta demokrasi. Sehingga boleh dikatakan, kontestan melakukan segala macam cara untuk meraih kemenangan dengan berbohong atau menjual mimpi sekalipun termasuk menjadikan dirinya sebagai tokoh yang jujur. Tidak ada seorangpun yang bersedia miskin untuk merebut kekuasaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H