Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membuktikan Kebohongan Ahok dalam Kasus Tanah Cengkareng

7 Juli 2016   18:03 Diperbarui: 7 Juli 2016   18:16 1606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dari beberapa artikel yang saya posting berturut-turut menyengkut pembelian tanah oleh Dinas Perumahan DKI yang disebut oleh media membeli tanah sendiri dengan tegas Ahok menyatakan tidak tahu, intinya diduga terjadi konspirasi yang melibatkan banyak pihak dengan memanfaatka celah Undang Undang Pokok Agraria dan keweanangan hakim yang membuat pertimbangan sebagai dasar keputusan. Ahok sebagai Gubernur DKI tidak tahu, panitia pembebasan tanah juga tidak tahu menimbulkan pertanyaan bagimana mungkin BPK bisa mengetahuinya ?  Faktanya BPK mengetahui dan memberikan catatan yang mencuat kepermukaan dan publik percaya dengan catatan BPK itu setelah sebelumnya publik meragukan temuan BPK menyangkut pembebasan tanah RS Sumber Waras.

Yang terkesan dalam pemberitaan dan juga diakui oleh Ahok bahwa administrasi pemprov DKI masih belum tertib, apakah alasan itu dapat menjadi alasan membenarkan ketidak tahuan ?

Ahok atau siapapun yang menjadi Gubernur dipastikan memiliki penentang atau pendukung, dalam politik hal seperti itu lumrah saja terjadi. Pihak yang menentang inilah yang diduga memberikan informasi kepada petugas BPK dan melakukan investigasi dengan kesimpulan pembebasan tanah oleh Dinas Perumahan adalah tanah milik Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan DKI yang saat ini bernama Dinas Kelautan dan Ketahanan Pangan.

Poko persoalan sudah mencuat kepermukaan, tanah tersebut dikuasai oleh PT. Sabar Ganda sedangkan pembelian oleh pemprov DKI dilakukan tahun 1957 dan 1967, gugatan kepada PT. Sabar Ganda diduga hanya untuk "mengusir". Ini indikasi terjadi perebutan penguasaan objek antara pemprov DKI dan PT.

 Sabar Ganda yang menganggap objek tidak bertuan mengacu UUPA. Yang terlihat janggal adalah terbitnya sertifikat atas nama Toeti Soekarno tanggal 8 Juli 2010 no 13609, kemungkinan terbitnya sertifikat sebelum terjadi upaya gugatan. Sehingga upaya gugatan terhadap PT Catur Ganda diduga targetnya untuk mengamankan BPN yang sudah menerbitkan sertifikat atas nama Toeti sekaligus menguasai objek.  Indikasinya, trik hukum yang digunakan memanfaatkan celah yang memungkinkan pemesanan perkara yaitu menggunakan kewenangan hakim yang memberi pertimbangan sebagai dasar keputusan. Dimana, dalam pertimbangan bisa di setting tanah milik pemprov DKI dan keputusanya memerintahkan PT. Sabar Ganda mengosongkan objek.

Praktek setting hukum seperti ini juga bisa dilakukan dalam proses pidana untuk menutupi kejahatan perbankan. Caranya dengan menggunakan kesaksian palsu dan dokumen palsu untuk mendapat kesimpulan objek sudah dijual sebagai landasan membidik penyerobotan tanah kepada pemilik asli. Sebuah kasus seperti ini saya temui, seorang pemilik tanah tanahnya dibangun oleh seorang yang mengaku memperoleh tanah tersebut dari bank yang diduga sebagai boneka bank. 

Pemilik tanah minta bantuan kepada temannya untuk menyelesaikanya, namun yang dilakukan langsung menduduki objek. Kebetulan saya diminta kesaksian di pengadilan, saya tegaskan tanah itu bukan milik pelapor karena membeli dari saya.  Perkara kepemilikan tanah bisa menjadi urusan polisi, sampai kepengadilan ini bagaimana ?

 Begitu tanya saya. Hakim menjelaskan bukan menyangkut tanah, menyangkut bangunan. Tanah dan bangunan adalah satu kesatuan, mengapa terpisah ? Kejar saya yang menengarai terjadi setting hukum untuk mencari legitimasi pertimbangan hakim tanah milik pelapor. Alhasil, putusanya, terdakwa dinyatakan bersalah merusak kunci, mengadili pengrusakan kunci, tidak dipenjara, tidak diperintahkan mengosongkan bangunan.

Pengaturan perkara semacam itu biasa terjadi dengan memberi imbalan, beberapa kali KPK mencokok aparatur penegak hukum dengan OTT adalah sebuah gambaran dugaan pengaturan perkara dapat dilakukan untuk memuluskan pembelian tanah cengkareng yang sudah atas nama Toeti Soekarno. Biro hukum pemprov DKI mestinya dapat menjelaskan langkah hukum yang dilakukan, mengapa trik hukum yang dilakukan targetnya mengusir PT. Sabar Ganda, bukan targetnya mendapatkan kepemilikan tanah ?

Buktinya pemprov DKI sudah memenangkan gugatan di Mahkamah Agung, begitu yang dirilis oleh pemberitaan yang bersumber dari ahli hukum pemprov DKI namun sayangnya menang terhadap PT. Sabar Ganda, bukan Toeti Soekarno. Sebuah proses hukum yang tidak ada kaitannya dengan Toeti Soekarno yang justru menimbulkan dugaan yang makin kuat, tidak disertakan Toeti Soekarno sebagai tergugat bahwa Toeti Soekarno hanya "dipinjam" namanya untuk menjadikan tanah itu uang yang besar. 

Jika kita memahami trik-trik hukum dalam pengaturan perkara dan proses penerbitan sertifikat, maka akan mudah merangkai benang merah yang kusut masai menjadi sebuah rangkaian modus dugaan penjarahan asset negara dengan memanfaatkan budaya atur mengatur yang selama ini berkembang. Sebaliknya cara mengelakknya juga tidak sulit mepersalahkan birokrat sebelumnya yang menerlantarkan asset sebagai pembenaran "pembayaran" assetnya sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun