Indonesia adalah negara dengan penduduk terbesar keempat dinunia sekaligus penduduk dengan mayoritas islam terbesar didunia. Tapi Indonesia dikenal sebagai negara terkorup didunia yang harus bekerja keras untuk mendapat kepercayaan masyarakat dunia. Dunia hanya mau berdagang tetapi enggan untuk berinvestasi di Indonesia karena ketidak percayaan dengan aturan yang berlaku di Indonesia. Jika ada keberanian, produkpun menjadi mahal karena biaya ekonomi tinggi dan resiko ketidak stabilan ekonomi. Akibatnya, orang banyak berfikir, buatlah barang dinegara lain, produknya menjadi lebih murah. Silahkan beli saja, inilah yang membuat masalah lagi, industri dalam negeri tambah layu karena kalah bersaing.
Masyarakat protes dengan pemberlakuan perdagangan bebas, periuk nasinya makin mengering. Masyarakat pembayar pajak mulai protes, perbankan memboikot pajak karena aturan yang tidak jelas, masyarakat lainnya mulai berani menentang, jika keadaan ini tidak disadari pemerintah, akhir kepemimpinan SBY, berakhir pula kedaulatan negeri ini karena bangsa ini terjerat hutang dengan dengan segala persyaratannya.
Dunia usaha penuh intrik yang sengaja diciptakan pemerintah, diumumkanlah para pengemplang pajak, merasa tidak diperlakukan adil, proteslah perbankan. Bisnis yang diproteksi  saja protes, artinya situasinya tidak enak, yang tidak diproteksi lebih runyam lagi. Usaha yang sudah lesu, aparat pemerintah masih bertindak arogan, lama2 semua melawan, target pajak tidak terpenuhi, berhutang keluar negeri lagi agar peluang korupsi tetap terjaga.
Mencontoh bangsa yang sudah maju, aturan manusia lebih ditaati dari pada larangan Tuhan. larangan yang dibuat untuk sebuah kehidupan yang teratur ternyata membuat manusianya lebih menghargai satu sama lain, korupsi tidak terdengar. Larangan Tuhan tidak ada sangsinya didunia, berpikirnya menjadi lebih realistis, larangan didunialah yang ditaati.
Para ulama tidak bosan menunjukkan larangan Tuhan tetapi para ulama itu butuh makan, menerima amplop tidak dilarang karena kerelaan, itu halal hukumnya. Pejabat rupanya mengikuti jejak ulama, tetapi caranya memaksa, haram hukumnya. Aturan Tuhan dilanggar, mati urusan nanti, sekarang kantong dulu yang dipikirkan, mungkin begitu pendapatnya. Kebebasan berpendapat, berpendapat mencari jalan mengisi kantongnya, ketika berhadapan dengan KPK, dia pun berpendapat tidak bersalah.
Mencontoh masayarakat negara maju, mestinya akan lebih maju lagi jika ingat larangan Tuhan. Mungkin dapat diambil maknanya, tidak Ingat Tuhan saja rakyatnya dapat makmur dan tertib, mestinya bangsa kita yang selalu ingat Tuhan tentunya akan jauh lebih maju. Tapi nyatanya yang diikuti hanya aturan poligamynya saja, cari yang enak2 saja atau hanya untuk keperluan pernikahan saja, selepas itu kebebasan berpendapat yang diutamakan.
Apakah kita harus melupakan Tuhan untuk dapat maju ?. Norma dan susila jangan dipikirkan sehingga korupsi bukan dianggap perbuatan dosa tetapi perbuatan yang memuakkan. Tidak ada lagi orang yang menggunakan agama sebagai kedok politik kotor dan korupsi, berpikir realistis menunggu rakyat ini mengamuk. Politik kotor karena cara memperoleh kekuasaan dengan menjual agama, setelah berkuasa sama saja kelakuannya, korupsi juga, rakyat dijadikan alasan untuk dapat berbuat korupsi. Demi rakyat aku dapat korupsi, begitu slogannya yang paling pantas.
Pembangkangan pajak mulai terjadi karena bangsa ini sudah muak dengan korupsi, buat apa bayar pajak kalau untuk dikorupsi, rakyat sudah mulai tidak percaya, apakah penguasa mampu bertahan ?. Mau usaha sudah terganjal izin2 yang ujungnya uang, dapat menjalankan usaha dianggap penjahat kelas berat, dicari terus salahnya dengan berpegang aturan, aturan buat rakyat supaya bayar. Dilain sisi buat aturan lagi agar mempunyai alasan buat korupsi. Antar instansi saat ini sudah saling memakan karena rakyat mulai ribut......apa tidak runyem negara ini. Usaha milik pemda Jabar sudah mulai dimakan, bank milik pemerintah berteriak tidak mau dimakan.....bagus, bagus, bagus.....mulai ribut sendiri rebutan uang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H