Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Enaknya Menjadi Kapolda

23 Desember 2009   13:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:48 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_42451" align="alignleft" width="300" caption="Ilustrasi doang"][/caption] Bukan maksud melecehkan wanita, tapi ini hanya merupakan pengalaman seorang lelaki yang kadang harus membohongi pasangannya. Bohong belum tentu untuk tujuan buruk, tetapi hanya untuk menghindari kesalah fahaman yang berujung pertengkaran. Suatu saat kita sedang menjamu atau dijamu oleh relasi ditempat hiburan, tiba2 pasangan kita menelpon, yang pertama ditanyakan oleh pasangan kita mungkin sedang ada dimana. Kalau kita jawab jujur ada di Karaoke ditemani perempuan lain, perkara bakal membesar. Amannya dijawab sedang ada meeting, atau apalah yang tidak mengundang masalah. Kebiasaan bohong untuk menghindar masalah ternyata lebih sering terjadi daripada jujurnya sebab sebagai orang yang harus bertemu dengan siapa saja, lelaki atau perempuan berbagai status, pintar2 saja menjaga suasana. Berbohong itulah salah satu caranya. Demikian juga jika kita memakai sopir, sang sopir harus siap juga untuk berbohong demi keamanan tuannya. Tak melihat, tak mendengar dan tidak tahu adalah jawabab utama jika menghadapi introgasi. Cerita tentang sopir, agar tidak bau apek, si sopir saya sering beri pakaian atau sepatu yang tidak terpakai lagi oleh saya, sehingga dandannya tidak jauh berbeda dengan saya. Istri saya bukannya tidak sebel melihat supir kadang lebih perlente dari saya. Karena supirnya saja perlente, pasti tuannya tuan besar.  Keisengan supir ini juga sering muncul kalau susah mendapat parkiran, dia katakan kepada tukang parkir atau satpam bahwa saya Kapolda. Karena mengira yang disupiri benar2 kapolda, tempat parkir yang paling nyaman dia dapatkan. Selesai urusan, orang2 pada hormat sama saya, dibukakan pintu penuh hormat, parkirpun tidak  ditagi. Sang supir cuma cengar cengir saya dihormati orang yang tidak saya kenal. Ngomong apa kamu sampai orang membungkuk semua sama saya, tanya saya. Bapak saya bilang Kapolda,  biar gampang cari parkiran, katanya. Lain waktu ada razia kendaraan bermotor, yang lain disetop, mobil saya diberi hormat, kalau ini bukan kelakuan sopir, polantasnya yang salah faham. Demikian juga ketika saya bawa mobil tanpa sopir, salah jalan, dihentikan oleh mobil patroli, ketika diperiksa SIM dan STNK namanya sama, lho pak polisi malah beri hormat, minta saya melanjutkan perjalanan. Selidik punya selidik ternyata gara2 plat nomor mobil saya yang punya bunyi, kalau diartikan dalam padanan katanya menjadi rampok. Tetapi repot juga memakai plat nomor yang punya bunyi, gampang dimonitor, ada saja yang bilang ketemu saya dimana. Lebih tidak enak lagi kalau kondangan dihadiri Gubernur juga, karena mobil sama warna, sama merk, saya dikira supirnya Gubernur, apes. Cerita tentang plat nomor mobil ini, saya pesan khusus karena saya sendiri susah menhapal nomor mobil saya sendiri. Lupa tempat parkir terpaksa melihat STNK, repotnya kalau STNK ditaruh di console mobil, main remot saja, mana mobil yang  bunyi, itu mobil saya. Terlebih di Jakarta, mobil berjajar diparkiran banyak yang sama, periksa2 mobil takut dikira pencuri, berabe urusannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun