Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Benarkah Ahok Kebobolan?

8 Juli 2016   07:58 Diperbarui: 8 Juli 2016   09:17 1749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Untuk mengetahui apakah pembelian tanah oleh oleh Dinas Perumahan DKI merupakan sebuah konspirasi "penjarahan" asset negara atau tidaknya,  dapat ditelusuri dari system penganggaran yang dianut, Anggaran pemerintahan terdiri dari APBN dan APBD. APBN adalah anggaran pendapatan yang berasal dari pajak-pajak pusat dan pendapatan bukan pajak yang alokasinya selain untuk membiayai anggaran pemerintah pusat juga untuk daerah yang alokasinya melalui APBD. 

Pengeluaran untuk investasi daerah bisa dibiayai melalui APBN namun untuk administrasinya menjadi beban APBD yang biasa disebut dana pendamping. Tidak diurusnya sertifikat oleh pemprov DKI salah satu alasannya tidak ada anggaranya. Sebaliknya yang diajukan adalah anggaran pembebasan tanah untuk objek yang seharusnya setelah memenangkan gugatan Pemprov mengajukan ke BPN untuk penerbitan sertifikatnya, namun tidak dilakukan.

Sdangkan jika ditinjau dari sumber dana pembebasan tanah, jika menggunakan PAD harus mendapat persetujuan DPRD dan jika menggunakan dana alokasi APBN harus persetujuan DPR RI. 

Menyoal prilaku anggota DPR RI maupun DPRD, bukan bermaksud untuk menggeneralisir, baik  anggota DPRD DKI maupun DPR RI adalah fakta ada diantara mereka yang dicokok KPK dalam OTT karena kasus suap. Adalah fakta juga, pihak swasta terlibat didalam kasus suap itu dan pembebasan tanah oleh Dinas perumahan DKI juga melibatkan pihak swasta yang dalam hal ini adalah penjual tanah yang warga Bandung. Prilaku wakil rakyat seperti ini bisa menjadi indikasi adanya kolusi yang dilakukan oleh pihak penjual untuk memuluskan mulai dari persetujuan anggaran sampai terjadi transaksi, dalam istilah "digotong".  

Indikasi merupakan petunjuk kemana arah penyelidikan untuk membuktikan apakah terjadi prilaku suap  didalam pembebasan tanah oleh Dinas Perumahan tersebut.  

Sebagaimana yang mencuat kepublik, sebesar Rp. 9,6 milyar yang disebut uang "terima kasih" telah dikembalikan melalui KPK. Gratifikasi dari penjual lahan tersebut terjadi setelah pembayaran tanah dari Pemprov DKI melalui notarisnya. Sehingga disini terlihat peran notaris dari pemberian gratifikasi itu atau bahasa awamnya hadiah.

Berangkat dari adanya "hadiah" yang diserahkan kepada KPK tersebut sudah semestinya KPK turun tangan melakukan penyelidikin pada temuan BPK sebagai lembaga yang memiliki kewenangan penindakan. Sehingga, terlalu dini opini yang dikembangkan Ahok kebobolan sebagaimana pemberitaan. Sebab, pembebasan tanah mulai dari penganggaran sampai dengan relisasinya sudah memiliki system yang baku dimana usulan2 itu ditampung disusun oleh sekretariat daerah untuk disetujui oleh Gubernur.

Tahun 2012, Mahkamah Agung memenangkan pemprov DKI melawan PT Sabar Ganda dan Gubernur pada waktu itu Jokowi, Ahok wakilnya. Yang menjadi pertanyaan, apa tugas wagub ? Apakah tidak ada laporan kepada Ahok dari Biro Hukum menyangkut upaya pengamanan asset melalui proses hukum ? Tahun 2014, Ahok menggantikan Jokowi yang memiliki kewenangan menetapkan RAPD yang diusulkan kepada DPRD tahun 2015. 

Transaksi yang terjadi adalah untuk tahun anggaran 2015 dan BPK menemukan transaksi apa yang disebut membeli tanah sendiri. Pembelian tanah oleh Dinas Perumahan bukan begitu saja terjadi, harus melalui mekanisme seperti yang saya sebut diatas, biasa bersumber dari dana PAD, bisa bersumber dari APBN. 

Apakah Ahok benar kebobolan tidak bisa langsung disimpulkan mengingat mekanisme dan birokrasinya sampai pada pencairan harus melalui berbagai tahapan yang menjadi filter kemungkinan membeli tanah sendiri. Apalagi pemprov DKI melakukan upaya hukum untuk melakukan penguasaan fisik dengan menggunggat PT. Sabar Ganda yang pastinya mengundang perhatian. Dengan melihat prosesnya, yang paling masuk akal bahwa kemungkinan tanah tersebut berdasarkan celah UUPA dimana salah satu gugurnya hak tanah karena diterlantarkan dalam  waktu yang lama sehingga dianggap tanah tidak bertuan. 

Indikasi memperlakukan tanah tersebut tidak bertuan, bahwa BPN menerbitkan sertifikat atas nama Toeti Soekarno sementara Pemprov DKI menempuh upaya hukum terhadap PT. Sabar Ganda. Mengapa Toeti Soekarno tidak menjadi pihak yang turut tergugat bahkan dibayar oleh Pemprov DKI ?  Itu yang harus dijawab oleh KPK yang telah menerima penyerahan "hadiah" sebesar Rp. 9,6 milyar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun